Budaya Positif, Refleksi dan Harapan

 Budaya Positif, Refleksi dan Harapan



Budaya positif merupakan perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan universal yang diterapkan di sekolah. Budaya Positif  di sekolah tidak dapat diciptakan secara instan, dalam penerapan budaya positif di sekolah diperlukan tuntunan dan tauladan dari seorang guru. Guru harus menjadi contoh yang baik sehingga murid dengan kesadaran sendiri akan mengikuti apa yang dilakukan guru.


Menurut KHD guru adalah “Pamong” artinya guru itu menjaga, memberi tauladan, membina dan mendidik anak dengan penuh kasing sayang. Tugas guru adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka mencapai kebahagiaan dan keselamatan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat  berdasarkan pada kodrat alam dan kodrat zamannya.


KHD juga mengatakan bahwa pendidikan adalah tempat berseminya benih-benih kebudayaan dan peradaban, tempat untuk menanamkan dan menebalkan budi pekerti yang baik serta menghilangkan perilaku tidak baik dan menjaga anak dari pengaruh luar yang negatif.


Oleh karena itu guru diharapkan mampu menuntun murid agar berperilaku sesuai nilai-nilai kebajikan yang disepakati dalam tujuan pendidikan nasional yaitu pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”.


Penerapan budaya positif di sekolah tak lepas dari peran dan nilai seorang guru. Untuk menerapkan budaya positif, seorang guru harus mampu menjadi pemimpin pembelajaran yang memiliki nilai berpihak pada murid, mandiri, kreatif,inovatif, reflektif dan kolaboratif sehingga dapat mewujudkan kepemimpinan murid. Membiasakan budaya positif di sekolah tentu tidak bisa dilakukan sendiri perlu kolaborasi yang baik dari semua guru dan warga sekolah sehingga sebagai calon guru penggerak kita harus mampu dan mau mengajak dan menggerakkan komunitas di lingkungan sekolah sehingga budaya positif di sekolah dapat diterapkan secara efektif.


Budaya positif yang diterapkan di sekolah adalah salah satu perwujudan dari visi guru karena visi guru tersebut harus mengandung nilai-nilai kebajikan sesuai tujuan pendidikan nasional yang dijabarkan dalam karakter Profil Pelajar Pancasila yaitu; 1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlaq mulia, 2) mandiri, 3) gotong royong,  4) berkebhinekaan global, 5) bernalar kritis dan 6) kreatif.


PERAN SAYA DALAM MENCIPTAKAN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH  


    Pemimpin Pembelajaran

    Sebagai pemimpin pembelajaran, saya harus mampu menuntun siswa agar memiliki perilaku sesuai nilai-nilai kebajikan yang disepakati sehingga Budaya Positif dapat tercipta di sekolah saya.

    Saya juga harus menjadi tauladan bagi guru yang lain dan bagi siswa saya dalam menerapkan budaya postif di sekolah.

    Sebagai Coah bagi guru lain

        Sebagai coach bagi rekan sejawat, saya akan berbagi wawasan/materi tentang Budaya Positif,

        Saya juga akan berbagi pengalaman atau praktek baik dalam menerapkan konsep-konsep Budaya Positif kepada rekan sejawat dan melakukan pendampingan jika dibutuhkan.

    Mendorong Kolaborasi

    Upaya menciptakan Budaya Positih membutuhkan kerja sama, kolaborasi dan komunikasi yang efektif dari semua stake holder sekolah, saya akan berupaya berkolaborasi dengan semua stake holder sekolah dalam menciptakan Budaya Positif di sekolah saya.

    Mewujudkan Kepemimpinan Murid

    Sebagai pemimpin pembelajaran maka saya akan berupaya mewujudkan Kepemimpinan Murid, dimana saya kan menuntun murid agar mampu bertindak secara aktif, dan mampu membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, tidak hanya sekedar menerima apa yang ditentukan oleh orang lain.

    Menggerakkan Komunitas Praktisi

    Di sekolah saya akan berupaya menggerakkan komunitas sekolah saya dan berkolaborasi dengan stake holder sekolah untuk mempelajari dan menerapkan konsep-konsep Budaya Positif di lingkungan kelas.sekolah.


PEMAHAMAN TERKAIT KONSEP BUDAYA POSITIF


    Disiplin Positif adalah usaha seseorang untuk belajar mengontrol dan menguasai diri dalam memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang dihargai agar tercapai tujuan mulia yang diinginkan (nilai-nilai kebajikan universal).

    Disiplin positif memiliki motivasi internal, dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin positif berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal yang diyakini.

    Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menuntun anak-anak memiliki disiplin positif sehingga mereka dapat berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

    Teori kontrol adalah teori yang meninjau posisi seseorang dalam upaya penerapan disiplin.

    William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah; 1) Penghukum, 2) Pembuat Rasa Bersalah; 3) Teman; 4)Pemantau; 5) Manajer.

    Teori Motivasi adalah teori yang mendasari seseorang untuk berperilaku atau bertindak.

    Menurut Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, ada 3 alasan motivasi perilaku manusia yaitu;

        Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman,

    Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia.

    Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari

    permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut. Motivasi ini bersifat eksternal.


    Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain,


    Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. Motivasi ini juga bersifat eksternal.


    Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya,


    Orang yang memiliki motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.

    Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.

    Hukuman dan Penghargaan, 


    Hukuman adalah tindakan yang kita berikan kepada murid saaat murid melanggar nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama yang menimbulkan rasa tidak menyenangkan dan menyakiti baik secara psikis mau fisik.

    Penghargaan adalah tindakan yang kita berikan kepada murid saaat murid mematuhi nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama yang menimbulkan rasa senang atau dihargai saat murid melakukan hal tersebut.


    Hukuman atau penghargaan merupakan salah satu upaya mengontrol perilaku murid yang secara tidak langsung akan menghambat proses pembelajaran yang sesungguhnya dalam mewujudkan disiplin positif.

    Hal tersebut dikarenakan upaya pembentukan disiplin positif seharusnya muncul secara sadar dari diri murid (motivasi internal) dengan tuntunan yang kita berikan bukan karena pengaruh hukuman dan penghargaan (motivasi eksternal).


    Posisi Kontrol Guru adalah Sebagai Manager


    Posisi Manager adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.

    Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan.

    Di posisi manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada.


    Kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Semua yang dilakukan manusia memiliki tujuan tertentu dan merupakan usaha terbaiknya untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

    Ada 5 kebutuhan dasar manusia yaitu; 1) Kebutuhan untuk bertahan hidup (survival); 2) Kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging); 3) Kebebasan (freedom); 4) Kesenangan (fun); 5) Penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka.

    Keyakinan kelas adalah nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati kelas secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama.

    Segitiga Restitusi adalah tahapan untuk memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses restitusi, tahapan tersebut terdiri dari 3 langkah yang disebut segitiga restitusi, yaitu:

        Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)

    Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Saat anak melakukan pelanggran kita harus menstabilkan identitas anak. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa memperburuk keadaan, kita sebaiknya membantu anak untuk tenang dan kembali ke suasana hati dimana proses belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan.


    Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbehavior)


    Semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. dalam restitusi guru harus memahami alasan siswa melanggar aturan, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu.


    Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)


    Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.

    Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. (Gossen; 2004).

    Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Gossen; 1996).

    Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang menang.


HAL-HAL MENARIK YANG MENARIK DAN DI LUAR DUGAAN SAYA


    Konsep Disiplin Positif


    Disiplin Positif adalah usaha seseorang untuk belajar mengontrol dan menguasai diri dalam memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang dihargai agar tercapai tujuan mulia yang diinginkan (nilai-nilai kebajikan universal).

    Disiplin Positif hanya akan terwujud jika motivasi yang dimiliki siswa dalam menerapkan disiplin tersebut adalah motivasi internal, yaitu motivasi untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

    Setelah mempelajari modul ini saya sadar bahwa selama ini saya salah, karena saya berpikir bahwa sebagai guru saya bisa mengontrol perilaku murid saya melalui hukuman atau penghargaan yang saya berikan.

        Konsep Hukuman dan Penghargaan

    Hukuman dan penghargaan menjadi hal umum yang saya lakukan atau diterapkan di kelas atau sekolah saya saat siswa melakukan pelanggaran atau sebaliknya.

    Setelah mempelajari modul ini ternyata saya baru sadar bahwa hal tersebut justru menjadi faktor penghambat proses pembelajaran dan perkembangan anak dalam membentuk disiplin.

    Selama ini saya berpikir bahwa hukuman dapat mengontrol perilaku siswa agar selalu berada dalam nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama. Dan sebaliknya saya berpikir bahwa pemberian penghargaan akan semakin memotivasi siswa dalam proses pembelajarannya. Ternyata kedua pemikiran saya tersebut salah dan bertentangan dengan upaya pembentukan disiplin. Dimana disiplin seharusnya justru muncul secara sadar dari diri murid dengan tuntunan yang kita berikan bukan karena pengaruh hukuman dan penghargaan.

        Keyakinan Kelas

    Selama ini keyakinan atau kesepakatan kelas menurut saya dibuat oleh guru sesuai tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran.

    Setelah mempelajari modul ini saya sadar bahwa keyakinan kelas harus disusun berdasarkan usulan atau masukan murid dan saya memahmi bahwa keyakinan kelas tersebut bisa ditinjau sewaktu-waktu bila diperlukan.

        Teori Posisi 5 Kontrol

    Dalam rangka menerapkan disiplin, selama ini saya lebih cenderung menerapkan posisi saya sebagai penghukum, pemberi rasa bersalah dan pemantau. Karena saya berpikir ke-3 posisi tersebut akan mampu memunculkan sikap disiplin dari dalam diri murid.

    Dan ternyata hal tersebut salah. Karena disiplin sesungguhnya adalah disiplin yang dibangun atas kesadaran dari dalam dari siswa, dan posisi terbaik bagi seorang guru atau orang tua saat anak melakukan pelanggaran atau kesalahan adalah posisi sebagai Manager.

    Di posisi manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada.

        Konsep Segitiga Restitusi

    Ketika anak melakukan pelanggaran biasanya saya cenderung menanyakan mengapa anak melalukan pelanggaran dan menghakimi kesalahan anak.

    Setelah mempelajari modul ini saya belajar bahwa guru harus bisa melakukan restitusi ketika menghadapi pelanggaran yang dilakukan murid,

    Dalam konsep segitiga restitusi saya belajar bahwa sebagai guru kita harus mampu membawa anak dari kegagalan karena melakukan pelanggran menjadi anak yang sukses dengan karakter yang lebih kuat.

    Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, kita kan belajar menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya.


PERUBAHAN YANG TERJADI PADA CARA BERPIKIR SAYA DALAM MENCIPTAKAN BUDAYA POSITIF DI KELAS/SEKOLAH SETELAH MEMPELAJARI MODUL BUDAYA POSITIF


    Motivasi terbaik anak dalam melaksanakan disiplin adalah motivasi internal.

    Tugas guru adalah menuntun anak agar anak mempunyai kesadaran / kontrol diri terhadap perilakunya (motivasi intenal) dan bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena anak mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal yang diyakini bukan karena faktor eksternal (hukuman dan penghargaan).

    Posisi kontrol terbaik seorang guru ketika mensikapi pelanggaran atau kesalahan anak adalah posisi sebagai Manajer,

    Posisi Manager adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid untuk mempertanggungjawabkan perilakunya, dan mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.

    Tindakan yang tepat dalam mensikapi kesalahan/pelanggaran anak adalah   menggunakan tahapan segitiga restitusi,

    Restitusi adalah salah satu upaya dalam mewujudkan Budaya Positif saat anak melakukan pelanggaran atas nilai-nilai kebajikan yang telah disepakati. Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi akan mengubah identitas anak dari orang gagal menjadi orang sukses dengan karakter yang lebih kuat dari sebelumnya.

    Perlunya membuat keyakinan/kesepakatan kelas sebagai upaya  mewujudkan Budaya Positif di kelas/sekolah.

    Dalam meciptakan Budaya Positif di sekolah diperlukan kerja sama, kolaborasi dan komunikasi yang efektif antara kepala sekolah, rekan sejawat, tenaga kependidikan lain, siswa, orang tua dan masyarakat sekitar.


PENGALAMAN YANG PERNAH SAYA ALAMI TERKAIT PENERAPAN KONSEP-KONSEP INTI DALAM MODUL BUDAYA POSITIF BAIK DI LINGKUP KELAS MAUPUN SEKOLAH


    Pengalaman saat memposisikan diri sebagai Manajer dalam menerapkan Segitiga Restitusi terhadap pelanggaran yang dilakukan murid saya yaitu bermain game saat pelajaran Kimia dan tidur saat praktikum kimia,

    Pengalaman saat menerapkan penyusunan Ksepakatan/Keyakinan Kelas bersama murid saya sebelum melakukan Praktikum Kimia.

    Ketika mengalami hal tersebut saya merasa nyaman, senang, tertantang serta termotivasi agar dapat melakukan segitiga restitusi sesuai teori yang ada, hal ini karena saya sadar segitiga restitusi mampu membantu anak bangkit dari kesalahannya dan berupaya memperbaiki kesalahannya tersebut secara sadar melalui usulan tindakan perbaikan yang datang dari dirinya sendiri.


HAL BAIK YANG SUDAH SAYA LAKUKAN DAN PERLU DIPERBAIKI


    Menurut saya, hal baik yang sudah lakukan adalah saya berusaha menjadi Tauladan bagi murid saya dalam menerapkan Budaya Positif di sekolah.

    Saya juga berusaha memposisikan diri saya sebagai manager dalam menerapkan segitiga restitusi untuk menyikapi pelanggaran yang dilakukan murid saya.

    Hal yang perlu diperbaiki adalah pemberian motivasi setelah penerapan segitiga restitusi agar anak memiliki karakter yang lebih kuat setelah dirinya melakukan kesalahan dan berupaya memperbaikinya.

    Hal lain yang perlu diperbaiki adalah saya harus refleksi dan evaluasi diri apakah langkah-langkah yang saya lakukan sudah sesuai dengan langkah sebagai manajer.


POSISI KONTROL SAYA


    Sebelum mempelajari modul ini Posisi kontrol yang sering saya pakai adalah:

    Posisi sebagai Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah dan Pemantau.

    Saat melaksanakan hal tersebut saya berpikir bahwa tindakan saya benar karena yang salah harus mendapat hukuman agar tidak mengulangi lagi kesalahannya.

    Tetapi saya juga merasa bersalah dan tidak nyaman karena saya tahu hukuman tersebut tentunya membuat anak merasa tidak nyaman menyakiti dan membuat malu anak.

    Setelah mempelajari modul ini, posisi kontrol yang saya gunakan dalam mensikapi kesalahan/pelanggaran anak adalah;

    Posisi sebagai Manajer.

    Ketika mengalami hal tersebut saya merasa nyaman, senang, tertantang dan termotivasi karena mampu membantu anak bangkit dari kesalahannya dan berupaya memperbaiki kesalahannya tersebut secara sadar melalui usulan tindakan perbaikan yang datang dari dirinya sendiri.

    Perbedaan posisi tersebut adalah pada pertanyaan-pertanyaan yang diambil dalam menyikapi pelanggaran siswa dan efek/akibat yang dirasakan siswa serta berkembang atau tidaknya kemampuan siswa dalam memecahkan permasalahan akibat pelanggaran yang dilakukannya.


PENERAPAN RESTITUSI SEBELUM MEMAHAMI MODUL


    Sebelum mempelajari modul ini saya pernah menerapkan tahapan dari segitiga Restitusi yaitu tahapan pertama (menstabilkan Identitas) dan tahapan kedua (validasi tondakan yang salah). Saya mempraktekannya dengan memberikan beberapa pertanyaan yang ternyata sesuai dengan kedua tahapan tersebut dalam segitiga restitusi.


HAL PENTING LAIN


Menurut saya, ada hal-hal lain yang penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah,  yaitu;


    Kerja sama, kolaborasi dan komunikasi efektif antara guru, tenaga kependidikan, orang tua dan mayarakat sekitar dalam upaya mewujudkan Budaya Positif di lingkungan sekolah dan kelas,

    Pembiasaan pelaksanaan ajaran agama yang diyakini murid sehingga akan semakin mempermudah terciptanya Budaya Positif di sekolah/kelas,

    Evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan Budaya Positif di kelas.sekolah,

    Pembuatan slogan-slogan terkait Budaya Positif di area kelas/lingkungan sekolah sebagai upaya mengingatkan dan menanamkan budaya positif dalam diri siswa.


Terima Kasih – Semoga Bermanfaat


editorial lain...




July 19, 2024

0 comments:

Post a Comment