Berdasarkan data United Nations Development Program (UNDP) 2011, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di urutan 124 dari 187 negara yang disurvei dengan indeks 0,67 persen. Sedangkan Singapura dan Malaysia mempunyai indeks yang jauh lebih tinggi yaitu 0,83 persen dan 0,86 persen.Hal ini juga terjadi pada pada Indeks tingkat pendidikan tinggi Indonesia juga dinilai masih rendah yaitu 14,6 persen, berbeda dengan Singapura dan Malaysia yang sudah mempunyai indeks tingkat pendidikan yang lebih baik yaitu 28 persen dan 33 persen. Sumber
Penyebab rendahnya kualitas pendidikan ada bermacam-macam yang secara garis besar dapat dirangkum dalam tiga hal yaitu Kurangnya efektifitas dalam penyelenggaraan pendidikan, kurangnya efisiensi dalam pengajaran, standarisasi yang kurang bermutu, dan Inovasi Pendidikan yang kurang berkembang. Untuk lebih jelasnya dalam dilihat pada uraian berikut ini:
1. Kurangnya efektifitas dalam penyelenggaraan pendidikan
1. Kurangnya efektifitas dalam penyelenggaraan pendidikan
Dalam kegiatan pendidikan hendaknya diarahkan pada pelaksanaan pendidikan yang efektif dan tepat sasaran. Pendidikan yang efektif bertujuan agar para siswa dapat menerima pelajaran dengan baik. Untuk menciptakan itu, haruslah suatu sekolah atau lembaga mempunyai tenaga pengajar yang baik pula agar dapat memproduksi siswa-siswa yang diinginkan. Dengan tenaga pengajar yang demikian, mereka dapat dituntut untuk meningkatkan keefektifan dalam pembelajaran agar pelajaran tersebut dapat berguna. Faktanya banyak terjadi disekolah-sekolah pelaksanaan pendidikan hanya sebagai formalitas belaka, di sekolah ada sebagian guru yang datang ke sekolah hanya memberikan tugas atau catatan setelah itu meninggalkan kelas tanpa ada penjelasan lagi dari pelajaran tersebut dan ketika bel berbunyi guru baru kembali kekelas hanya untuk mengumpulkan tugas. Banyak waktu untuk kegiatan pembelajaran habis terbuang percuma, karena banyak siswa yang ditinggal guru akan bermain-main atau meninggalkan kelas juga, ini banyak terjadi pada siswa kelas tingkat bawah, sedangkan siswa tingkat atas baru merasakan pembelajaran yang efektif ketika akan menghadapi ujian yang sudah hampir mendekat.
2. Kurangnya efisiensi dalam pengajaran
Secara mendasar efisiensi dan efektifitas itu saling berhubungan dimana efisiensi itu menghasilkan effektifitas pendidikan. Masalah krusial yang dihadapi Indonesia dalam efisiensi pengajaran adalah mahalnya biaya pendidikan dan menggunakan waktu yang tidak efisien. Jika berbicara tentang mahalnya biaya pendidikan pasti berhubungan dengan dana. Pendidikan itu tidak hanya persoalan memilih tempat untuk sekolah tetapi juga harus memikirkan perlengkapan, ongkos, dsb. Memang sekarang ini biaya pendidikan formal di Indonesia sudah digratiskan sampai jenjang sekolah pertama, tetapi tidak cukup hanya sampai itu saja, karena masih membutuhkan biaya untuk kebutuhan lain seperti membeli buku, seragam, alat tulis dsb. Selain biaya adapun masalah lain yaitu waktu. Persoalan waktu teramat penting seperti selogan "time is money", apabila waktu tidak dipergunakan seefisien mungkin itu akan berakibat fatal seperti kurang efisiennya pendidikan di Indonesia sehingga berpengaruh pada sumber daya manusia yang diinginkan.
Permasalahannya disini adalah pendidikan di Indonesia memiliki rentang waktu yang sangat lama dibandingkan negara-negara lain tetapi, hal tersebut tidak efisien, seperti pelaksanaan pada sekolah-sekolah formal, mereka bisa menggunakan waktu hampir 45 jam per minggu atau kegiatan harian yang dimulai dari jam 7.00 sampai dengan 16.00. Sehingga mengakibatkan peserta didik jenuh dan kelelahan dan tidak mempunyai waktu untuk kegiatan pengembangan diri lainnya. Jika mau mencontoh negara-negara yang program pendidikannya sudah baik seperti Finlandia yang hanya mempunyai jam belajar sedikit tetapi menggunakan waktu seefisien mungkin. Di Finlandia hanya menggunakan waktu 30 jam per minggu untuk melakukan pembelajaran di sekolah formal. Efisiensi terlihat dalam kegiatan pembelajaran sekolah Finlandia yang sangat optimal dalam menggunakan waktu, kegiatan pembelajaran juga didukung dengan ketuntasan belajar yang tinggi. Sekolah di Finlandia tidak ada perbedaan antara sekolah unggulan dengan sekolah biasa, semua siswa ditempatkan di kelas yang sama tanpa melihat perbedaan kemampuan siswa, jika ada siswa yang belum mahir dengan suatu pelajaran, tenaga pengajar atau guru akan menjelaskan sampai semua siswa mengerti.
3. Standarisasi yang kurang bermutu
Standarisasi menjadi patokan utama bagi guru tenaga pengajar untuk mengajarkan siswa tentang materi yang diajarkan. Dengan adanya standarisasi pengajaran biasanya dapat belangsung dengan tertata. Harusnya setiap tahun standarisasi itu semakin membaik, tetapi kenyataannya Indonesia semakin memburuk. Standarisasi yang dilakukan dengan mengadopsi standarisasi negara lain ternyata sangat tidak cocok, banyak faktor penyebabnya, salah satu perbedaan kemampuan dan kemajemukan penduduk Indonesia. Contoh akibat dari standarisasi kurang bermutu adalah dampak buruk berupa masalah pergeseran pendidikan karakter di Indonesia, sekarang siswa diajarkan untuk tidak jujur, misalnya pada kasus-kasus ujian nasional. Banyak sekolah-sekolah yang mengambil langkah-langkah salah untuk memenuhi patokan nilai terendah, hingga harus menggunakan segala cara "contekan' Kunci jawaban" kepada siswa agar mendapatkan nilai baik. Alhasil, cara ini akan membentuk generasi penerus yang malas dan tidak jujur untuk masa depannya.
4. Inovasi Pendidikan yang kurang berkembang
Seharusnya pendidikan kita belajar dari salah satu Iklan kendaraan bermotor "Inovasi tiada henti". Karena selama ini pendidikan kita berkutat pada persoalan sama dengan pemecahan yang terulang-ulang kembali pada cara yang lama tanpa adanya perbaikan dengan inovasi dan ide-ide kreatif terbaru. Misalnya masalah buku paket sekolah selalu terulang-ulang setiap tahunnya, kita terjebak dalam mekanisme keuntungan sesaat dari segelintir pelaku bisnis. Hingga buku siswa yang hari ini dipakai tahun depan tidak bisa diwariskan lagi untuk siswa adik kelasnya, cetak lagi dan duit lagi. Seharusnya karena jaman sudah berkembang maju dengan teknologi Jaring jelajah jember yang tanpa batas ini, mengapa buku tidak kita ganti saja dengan ebook-e-learning dan aplikasi-aplikasi pembelajaran yang dapat diakses melalui media internet dan elektronik lainnya. Mungkin buku-buku boleh dicetak tapi hanya buku-buku penunjang yang sifatnya "abadi", seperti ensiklopedi, kamus, atau buku kumpulan rumus-rumus semua disiplin ilmu.
Demikian sekilas tentang penyebab mutu pendidikan Indonesia rendah, ini sebagai sebuah refleksi dan pengalaman dalam mencermati proses penjalanan pendidikan kita, semoga bermanfaat, jika ada kritik dan saran untuk perbaikan mohon disampaikan dalam komentar. terimakasih.
donyapc : makasih kunjungannya gan, ok langsung meluncur nich..downloadnya dalam donyapc banyak yang sangat bermanfaat.
ReplyDeletekalau saya boleh berpendapat gan.. salah satu hal yang menyebabkan mengapa banyak sekali lulusan perguruan tinggi yang terdidik menjadi penganggutan,, karena mereka belum mampu mengoptimalkan otak kanan mereka.. karena pendidikan di indonesia ini yang lebih mengarahkan mereka ke arah otak kiri..
ReplyDeletesalam , anwar sanusi
semoga pendidikan Indonesia jadi lebih baik..
ReplyDeletesemoga Indonesia akan menjadi len=bih baik dari hal apapun..
ReplyDeleteBagaimana Menciptakan Lembaga Pendidikan yang Baik dan Bermutu?
ReplyDeleteUntuk menjawab pertanyaan di atas maka langkah pertama yang harus dilakukan seorang kepala sekolah / pengelola lembaga pendidikan yaitu senantiasa memperhatikan dan mengidentifikasi keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang terkait antara lain :
1. Pemerintah
Keinginan pemerintah yaitu kepatuhan seorang pengelola lembaga pendidikan terhadap semua peraturan-peraturan yang berlaku.
2. Siswa dan orang tua
Keinginannya mendapat pelayanan yang baik dengan hasil tamatan yang berkualitas, berbudi luhur, terampil dan bertanggung jawab.
3. Komunitas
Memerlukan lingkungan kerja yang sejuk, nyaman dan kondusif untuk pengembangan diri.
4. Guru dan karyawan
Membutuhkan kesejahteraan yang baik, jaminan kesehatan dan keselamatan.
5. Investor
Mengharapkan reputasi yang baik.
6. Institusi lain
Membutuhkan tenaga kerja yang siap pakai.
Baca selengkapnya >>
standarisasi untuk satu ajaran pada tahap tertentu, tidak ada. kurikulum sering bongkar pasang. guru pekerjaannya jadi terbelah dua antara mendidik anak dengan tugas yang diberikan DINAS.
ReplyDeletepada perguruan tinggi : 1 negeri : mahasiswa tidak memdapat stimulus untuk suatu keahlian, karena pembelajaran masih kurikulum, bukan paket SKS, (ini yang terjadi). dosen ahli tidak diberi fasilitas dang kebebasan dalam melakukan riset (bahkan tidak ada tunjangan dana kalo mau cari sponsor sendiri, klo ini yang terjadi hasil riset adalah PESAN SPONSOR). kalo sudah jadi pakar, akan dirayu oleh partai politik menjadi staf ahli (hilanglah kepekaran sang dosen). Utk PT Swasta mahasiswanya memang dikasih ransangan untuk berkembang namun para pembuat kebijakan juga terbagi 2, antara idealisme dan loyal kepada yayasan.
intinnya negara ini harus sudah mulai melihat realita, jangan masih bernostalgia.......