Visiuniversal----Sebagaimana kita ketahui bersama, Kurikulum dikembangkan sejalan dengan tantangan dan dinamika yang dihadapi oleh masyarakat pada jamannya. Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan karakteristik dan kesiapan peserta didik, mengingat timgngginya keragaman latar belakang keluarga dan masyarakat tempat tumbuh kembang peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendekatan pengembangan kurikulum pendidikan kesetaraan bahwa pendidikan kesetaraan diperuntukkan untuk mengatasi masalah putus sekolah, atau droup-out, atau dislokasi peserta didik dari sekolah formal karena berbagai sebab. Selain itu, pendidikan kesetaraan juga diperlukan karena masalah keterbatasan akses, atau ke dakbisaan mencapai harapan memasuki sekolah formal, karena keterbatasan tempat atau ruang di sekolah formal dalam menampung angkatan peserta didik yang terus bertambah. Lebih dari itu, pendidikan kesetaraan juga diperlukan sebagai penciptaan ruang kreatif, atau arena sosial atau arena publik yang kreatif dan produktif, atau sebagai pendidikan alternatif untuk menumbuhkan kewirausahaan, keterampilan khusus, kecakapan hidup khusus dalam bidang-bidang tertentu, dan kemampuan memasuki dunia kerja. Kurikulum pendidikan kesetaraan dikembangkan dengan melakukan kontekstualisasi Kurikulum 2013 pendidikan formal melalui konseptualisasi, rincian materi, kejelasan ruang lingkup, deskripsi kata kerja operasional, dan rumusan kalimat. Kontekstualisasi tetap mengacu pada standar komp etensi lulusan seperti yang terdapat dalam pendidikan formal. Kurikulum 2013 memiliki dimensi pengetahuan, melatih keterampilan yang berorientasi pada pemahaman dan pengalaman sosial serta prakk, dan memperkuat komitmen publik peserta didik melalui proyek-proyek keterlibatan sosial.
Unit pertama dari Modul 1 Kontekstualisasi Kurikulum Pendidikan Kesetaraan menargetkan peserta pelatihan mampu:
- Memahami strategi pengembangan kurikulum pendidikan kesetaraan dengan memperhatikan sasaran peserta didik dan permasalahannya, program prioritas yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan, dan proses pemberdayaan dalam pendidikan kesetaraan.
- Membedakan kelompok umum dan kelompok khusus dalam struktur kurikulum kesetaraan.
- Memahami prinsip dan strategi kontekstualisasi kurikulum pendidikan kesetaraan kelompok umum.
DESAIN PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013 PENDIDIKAN KESETARAAN
Mengikuti hasil data dari Badan Pusat Sta s k terkait tingkat pendidikan yang tidak berbanding lurus dengan tingkat keterserapan ke dunia kerja, ditunjukkan bahwa pada tahun 2015 pengangguran lulusan SMA sebesar 21,88% menempa posisi ter nggi kedua setelah lulusan SD (24,15%) dari total 17.300.019 penduduk usia 15 tahun atau lebih yang menganggur (Agus Suwignyo dalam Kompas, 2018). Lebih lanjut Agus Suwignyo menegaskan kalau banyaknya tenaga kerja pada kelompok lulusan SD dan SLA ini mungkin menjadi faktor mengapa pengangguran ter nggi dari kelompok penduduk dengan dua kategori pendidikan tersebut. Kond isi itu bukan hanya karena mutu, tetapi juga karena keterbatasan akses dan keberlanjutan pend idikan yang menjadi penyumbang bagi rendahnya daya saing bangsa. Permasalahan putus sekolah, pengangguran, kemiskinan ini merupakan tantangan bagi pendidikan kesetaraan. Keberadaan pendidikan kesetaraan memiliki dua makna ke daksetaraan, yaitu, pertama ke daksetaraan secara sosial, ekonomi, dan budaya dalam masyarakat, dan kedua, ke daksetaraan dalam akses pada pendidikan. Dengan kondisi seper ini maka pendidikan kesetaraan dirancang dengan memperha kan kondisi-kondisi khusus dan varia f dari peserta didik, keterkaitan dengan vokasi, memberikan legalitas akademis sehingga mampu mengakses pada peluang pekerjaan dan peningkatan karir masa depan. Untuk itu, di bawah ini akan dipaparkan rancangan atau desain kurikulum pendidikan kesetaraan dengan perspek f pad a strategi pemberdayaan dan tetap mengacu pada pengembangan Kurikulum 2013.
Desain Pengembangan Kurikulum 2013 Memasuki peradaban abad 21, terjadi pergeseran paradigma pembangunan dari pembangunan berbasis Sumber Daya Alam (SDA) menuju pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Ini membutuhkan penanganan tersendiri dari kebijakan dan praktik pendidikan di Indonesia. Merespon kebutuhan itu, pemerintah telah menyempurnakan Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013 yang secara khusus dimaksudkan untuk mempersiapkan generasi baru bangsa agar memiliki kemampuan sebagai pribadi orang dewasa dan warga negara yang berpengetahuan, berketerampilan, memiliki sikap religius, e ka sosial yang tinggi, dan penuh tanggungjawab terhadap perkembangan diri dan masyarakatnya untuk menopang pembangunan bangsa (Inspirasi Pembelajaran dan Penilaian Mata Pelajaran Sosiologi, 2016).
Ide kurikulum adalah komponen kurikulum yang menjawab secara fi losofi s, teori s, prinsip, model untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi kualitas yang diinginkan. Ide Kurikulum 2013 merujuk pada fi losofi Pancasila dan berakar pada budaya yang beragam atau bhinneka. Secara teori k dan prinsip belajar, Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis karakter, pengetahuan dan kemampuan kogni f nggi serta ketrampilan nggi, berbasis lingkungan budaya-sosial-ekonomi-teknologi, membudayakan masyarakat di sekitarnya, men gembangkan kemampuan abad ke-21, peserta didik belajar ak f, peserta didik adalah subjek dalam bel ajar, dan kebiasan belajar sepanjang hayat (Hamid Hasan, 2018). Selanjutnya Hamid Hasan menjelaskan bahwa desain Kurikulum 2013 adalah desain kurikulum berbasis kompetensi yang integra f, yaitu semua kegiatan pembelajaran ditujukan untuk pengembangan karakter, ilmu, teknologi, seni, dan penggunaan ilmu. Untuk mengintegrasikan pendidikan karakter, disiplin ilmu/teknologi/seni, dan penggunaan ilmu digunakan Kompetensi In (KI) yaitu kompetensi yang mengikat semua isi atau Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran. KI mencakup empat aspek pen ng, yaitu penumbuhan sikap religius (KI-1), pengembangan e ka sosial (KI-2), penguasaan pengetahuan (KI-3), dan prak k pengetahuan atau keterampilan (KI-4). Melalui keemp at Kompetensi In tersebut, diharapkan proses pembelajaran mampu mengembangkan kemampuan peserta didik sebagai pewaris dan pengembang budaya bangsa dalam kapasitasnya seb agai orang dewasa atau warga negara yang bertanggungjawab terhadap permasalahan sosial dan tantangan yang dihadapi bangsa (Inspirasi Pembelajaran dan Penilaian Mata Pelajaran Sosiologi, 2016). Pelaksanaan Kurikulum 2013 membutuhkan perubahan pola pikir dalam proses pembel ajaran yang menekankan pada pembelajaran ak f untuk mencapai penguasaan ilmu penget ahuan (Knowledge/K) yang memadai, serta dijalankan pada prak k pengetahuan untuk pengembangan keterampilan (Skill/S) dan menumbuhkan sikap religius dan e ka sosial yang nggi (A tude/A) pada peserta didik. Sedangkan hasil dari proses pembelajaran atau pemanfaatan nan nya akan ditampilkan oleh peserta didik dari a tude atau sikap (A), dan skill (S) atau keterampilan yang mumpuni, serta penguasaan pengetahuan atau knowledge (K) yang memadai. Gambaran tentang pembentukan ga dimensi kompetensi dalam proses pembelajaran dan pemanfaatan hasil belajar adalah sebagai berikut.
Pencapaian kompetensi itu hanya dapat diperoleh bila ada koherensi kurikulum. Kurikulum yang baik secara konten apabila dak disertai penger an dan kemampuan bagi aktornya untuk menghidupinya dalam pengalaman juga dak akan dapat dijalankan. Konten yang paripurna, keaktoran yang kompeten juga akan mengalami kesulitan apabila dak ditopang oleh jaminan ins tusional yang selaras dengan jiwa dan paradigma kurikulum yang dimaksud. Dengan dem ikian, konsistensi dan koherensi dalam kurikulum melipu beberapa dimensi dasar. Pertama, dimensi material yang melipu rentang tekstual elemen kurikulum mulai dari paradigma, konsep dasar kurikulum hingga penjabaran kurikulum itu ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran. Dim ensi kedua adalah dimensi keagenan dan dimensi ins tusional dalam kurikulum. Dimensi keagenan menyangkut pelaku atau aktor-aktor yang menghidupkan kurikulum itu dalam pengalaman atau prak k, dalam hal ini guru atau pendidik dan peserta didik. Dimensi ke ga men yangkut ins tusi yang mendukung supaya kurikulum itu bisa dihidupkan
sebagai praktik yakni sekolah atau satuan pendidikan (Robertus Robert, 2015). Hubungan 3 dimensi agar terjaga konsistensi dan koherensi kurikulum dapat digambarkan sebagai berikut.
Pendidik memiliki peran yang sangat penting dalam praktik pendidikan karena fungsinya dalam menghidupi kurikulum. Oleh karena itu, pendidik idealnya mampu menciptakan ruang pembelajaran yang kri s, emansipatoris, dan mendorong peserta didik bergairah dalam praktik pengetahuan dengan terlibat dalam pemecahan masalah di masyarakat. Pendidikan yang humanis akan terselenggara bila pendidik menjalankan fungsi dan perannya secara optimal sebagai agensi perubahan dalam proses transformasi dan peningkatan kualitas pendidikan.
Kontekstualisasi Kurikulum Pendidikan Kesetaraan Pendidikan kesetaraan diperlukan terutama untuk mengatasi masalah putus sekolah, atau droup-out, atau dislokasi peserta didik dari sekolah formal karena berbagai sebab. Selain itu, pendidikan kesetaraan juga diperlukan karena masalah keterbatasan akses, atau ke dakbisaan mencapai harapan memasuki sekolah formal, karena keterbatasan tempat atau ruang di sekolah formal dalam menampung angkatan peserta didik yang terus bertambah. Lebih dari itu, pendidikan kesetaraan juga diperlukan sebagai penciptaan ruang krea f, atau arena sosial atau arena publik yang kreatif dan produktif, atau sebagai pendidikan alternatif untuk menumbuhkan kewirausahaan, keterampilan khusus, kecakapan hidup khusus dalam bidang-bidang tertentu, dan kemampuan memasuki dunia kerja (Naskah Akademik Pendidikan Kesetaraan, 2015). Selanjutnya dengan melihat latar peruntukkan pendidikan kesetaraan untuk mengatasi mas alahmasalah yang dihadapi peserta didik, dalam naskah akademik (Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, 2015) dijelaskan bahwa program prioritas pendidikan kesetaraan adalah, pertama, merupakan program setara yaitu kualitas lulusan setingkat dengan pendidikan formal. Dalam hal ini pendidikan formal maupun pendidikan non formal atau pendidikan kesetaraan merupakan lembaga pendidikan yang sama-sama diorientasikan unt uk tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kedua, merupakan program khusus yaitu muatan pemberdayaan dimaksudkan untuk memberdayakan atau memampukan peserta didik mengatasi kerentanan-kerentanan sosial-ekonomi dihadapi. Pendidikan merupakan praktek pemb entukan kepribadian yang mandiri, otonom, penuh percaya diri dalam ber ndak, dan sekaligus sebagai praktek rekayasa sosial atau pembangunan komunitas. Sedangkan muatan keterampilan dimaksudkan sebagai programprogram khusus sesuai karakteris k kelompok sas aran yang dihadapi. Muatan keterampilan ini diberikan agar peserta didik terutama usia prod uk f memiliki keterampilan atau kecapakan hidup untuk mandiri dan tampil sebagai warga yang ak f dan berkonstribusi bagi masyarakatnya. Pendidikan kesetaraan memiliki misi khusus untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi peserta didik, kualitas lulusan pendidikan kesetaraan haruslah setara dengan pendidikan form al. Standar kelulusan keduanya perlu ditempatkan dalam ngkatan yang setara. Penentuan standar kualitas lulusan itu dilakukan dengan mengacu pada pendidikan formal namun perlu dikontekstualisasikan dengan masalah, tantangan dan kebutuhan yang dihadapi pendidikan kesetaraan, seper untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan khusus sesuai potensi sumb erdaya manusia, sumberdaya alam, peluang dunia kerja, dan kecakapan hidup untuk mengisi ketersediaan ruang publik akibat kemajuan teknologi komunikasi di abad 21 dengan berb agai krea vitas sosial-ekonomi. Mengingat peluangnya yang begitu terbuka itu, pendidikan kes etaraan disini bisa dimaknai bukan hanya sebagai pendidikan alterna f untuk mengatasi mas alah, tetapi juga bersifat futuris k untuk meningkatkan kualitas hidup dan mendorong perkembangan kemajuan masyarakat (Kontekstualisasi Kurikulum Pendidikan Kesetaraan Paket C Mata Pelajaran Sosiologi, 2017). Program setara dengan pendidikan formal dalam pendidikan kesetaraan dikembangkan melalu kontekstualisasi kurikulum. Kontektualisasi dilakukan agar mudah dioperasionalisasikan dan diwujudkan di dalam praktik penyelenggaraan pendidikan kesetaraan. Prinsip yang digunak an dalam melakukan kontekstualisasi disesuaikan dengan masalah, tantangan, kebutuhan dan karakteris k pendidikan kesetaraan, yaitu: (1) memas kan kompetensi dasar pendidikan kes etaraan setara atau equivalen dengan kompetensi dasar pendidikan formal; (2) menjadikan rum usan atau deskripsi kompetensi lebih operasional; dan (3) memberikan tekanan khusus rumusan kompetensi pada aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap agar bisa dicapai sesuai kebutuhan yang diharapkan, sehingga dapat menjadikan pendidikan kesetaraan mampu berperan sebagai pendidikan alternatif untuk memecahkan masalah sekaligus futuris k dalam peningkatan kualitas dan pengembangan pendidikan.
ANALISIS KONTEKS PENDIDIKAN KESETARAAN
Penyelenggaraan pendidikan untuk pelaksanaan kurikulum yang telah disusun harus mencapai ngat efek fi tas yang nggi. Ar nya pendidikan tersebut menjawab kebutuhan riil dari peserta didik akan peningkatan aspek pengetahuan keterampilan dan perubahan sikap yang dikehendaki. Untuk itu pen ng dilakukan pemetaan kondisi awal akan lembaga penyelenggara, calon peserta didik, sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan kelembagaan di sekitarnya. Analisis sosial merupakan langkah yang pen ng untuk penyelenggaraan pendidikan kesetaraan, terutama bila ditujukan untuk peserta didik yang telah dewasa, dan diarahkan untuk pemberdayaan dan kemandirian. Kondisi peserta didik sangat unik, mereka dipengaruhi oleh hidup, kondisi sosial budaya di lingkungan masyarakatnya serta mengelola sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Analisis kontekstual memberikan arah sesuai kebutuhan dan kekhasan kondisi peserta didik. Tidak mungkin kelompok peserta didik dalam kelompok masyarakat pantai mendapatkan fasilitas dan desain layanan pendidikan kesetaraan sebagaimana mereka yang berada di lingkungan pedesaan berbasis pertanian, demikian halnya dengan kondisi pinggiran perkotaan. Pengalaman hidup dan profi l lain peserta didik berbasis gender juga pen ng diperha kan. Perempuan dak bisa dianggap memiliki kebutuhan akan pengetahuan dan keterampilan hidup untuk pemberdayaan yang sama dengan laki-laki. Peran dan pandangan tradisional lokal yang tumbuh di masyarakat pen ng untuk diper mbangkan. Analisis konteks sepenuhnya dipengaruhi oleh paradigma pendidikan yang digunakan.
Dalam konteks pendidikan kesetaraan ini, paradigma yang digunakan adalah pemberdayaan guna kemandirian. Perlu diingat bahwa pendidikan pemberdayaan merupakan sebuah konsep yang kompleks, dak bisa hanya dimaknai sebagai keterampilan usaha secara ekonomi, namun juga bisa berar membangun relasi sosial agar usaha produk f ekonomi menjadi berkelanjutan. Serta banyak sektor penghidupan masyarakat lainnya. Ada beragam metode dan piran untuk melakukan analisis konteks terkait Pendidikan kesetaraan. Yang paling sering dan dianggap rela f mudah dilakukan adalah analisis SWOT atau Kekepan, dengan melihat faktor internal penyelenggara, yakni kekuatan dan kelemahan, serta faktor ekternal, yakni peluang dan ancaman. Dari temuan ke empat faktor analisis tersebut, akan menjadi dasar penyusunan prioritas kegiatan sesuai dengan kondisi riil yang dihadapi, sebagai rencana aksi pendidikan kesetaraan yang efektif sebagaimana yang diharapkan.
Demikian mengenai arah dan desain pengembagan kurikulum K13 Pendidikan Kesetaraan terbaru tahun 2018, semoga bermanfaat. terimakasih.
Dalam konteks pendidikan kesetaraan ini, paradigma yang digunakan adalah pemberdayaan guna kemandirian. Perlu diingat bahwa pendidikan pemberdayaan merupakan sebuah konsep yang kompleks, dak bisa hanya dimaknai sebagai keterampilan usaha secara ekonomi, namun juga bisa berar membangun relasi sosial agar usaha produk f ekonomi menjadi berkelanjutan. Serta banyak sektor penghidupan masyarakat lainnya. Ada beragam metode dan piran untuk melakukan analisis konteks terkait Pendidikan kesetaraan. Yang paling sering dan dianggap rela f mudah dilakukan adalah analisis SWOT atau Kekepan, dengan melihat faktor internal penyelenggara, yakni kekuatan dan kelemahan, serta faktor ekternal, yakni peluang dan ancaman. Dari temuan ke empat faktor analisis tersebut, akan menjadi dasar penyusunan prioritas kegiatan sesuai dengan kondisi riil yang dihadapi, sebagai rencana aksi pendidikan kesetaraan yang efektif sebagaimana yang diharapkan.
Demikian mengenai arah dan desain pengembagan kurikulum K13 Pendidikan Kesetaraan terbaru tahun 2018, semoga bermanfaat. terimakasih.
PUSTAKA ACUAN
Cendekiawan Berdedikasi. 25 Juni 2015. Kompas, hlm. 33. Direktorat Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, Ditjen. Paud dan Dikmas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Naskah Akademik Pendidikan Kesetaraan. Jakarta. Direktorat Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, Ditjen. Paud dan Dikmas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Kontekstualisasi Kurikulum 2013 Pendidikan kesetaraan Paket C Mata Pelajaran Sosiologi. Jakarta. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Inspirasi Pembelajaran dan Penilaian Mata Pelajaran Sosiologi. Jakarta. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Naskah Konsep Dasar Peneli an Profi l Lulusan Pendidikan Dasar Terhadap Pembangunan Manusia Dalam Rangka Kebijakan Kurikulum Masa Depan. Jakarta. Robert, Robertus. 2015. Arah Perbaikan Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Sosiologi. Jakarta. Suwignyo, Agus. 2 Mei 2018. Tantangan Pendidikan Kita. Kompas, hlm. 6.
0 comments:
Post a Comment