MAKALAH : PENINGKATAN MUTU TENAGA PENDIDIK NONFORMAL DALAM MEMENUHI TUNTUTAN PROFESIONAL

PENINGKATAN MUTU TENAGA PENDIDIK NONFORMAL DALAM MEMENUHI TUNTUTAN PROFESIONAL

Oleh : Akhmad Solihin*



A. PENDAHULUAN

     Dalam pasal 31 Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Namun demikian, dalam perjalanan negara Republik Indonesia mulai sejak proklamasi kemerdekaan, pemerintah masih belum sepenuhnya sanggup memenuhi kewajibannya dalam hal penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut sempat disinggung pula oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional yang dipusatkan di Sekolah Luar Biasa A tingkat Pembina Nasional dikawasan Lebak Bulus Jakarta Selatan, 2 Mei 2005.

     Menurutnya, karena masih jauh dari apa yang dicita-citakan maka dalam banyak hal bangsa Indonesia masih tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, untuk mengejar ketertinggalan itu perlu adanya sistem pendidikan nasional yang terencana, sistematis, menyeluruh, dan dilaksanakan secara berkelanjutan.

     Tenaga Pendidik Nonformal salah satu faktor utama dalam pendidikan yang sangat berpengaruh dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Tenaga Pendidik perlu ditingkatkan mutunya. Peningkatan mutu guru harus terfokus pada dua hal. Pertama, peningkatan martabat guru, secara sosial budaya dan ekonomi. Sampai detik ini profesi tenaga pendidik nonformal masih menjadi profesi yang kurang menyenangkan dalam kehidupan masyarakat. Dimata pemerintahpun seolah masih dinomor duakan, karena kurang memahami pentingnya kedudukan tenaga pendidik nonformal yang sebenarnya juga adalah profesi keguruan dan dianggap sebagai guru seperti pendidikan formal. Sama seperti halnya guru pendidikan formal, status Umar Bakri ini secara sosial budaya masih menempati kelas ke sekian dibandingkan profesi-profesi yang lainnya yang juga setingkat sarjana. Padahal, secara tidak sadar akan seperti apakah bangsa ini kedepan akan sangat ditentukan oleh kualitas guru. Semakin tinggi tingkat penghargaan yang diberikan kepada guru, maka akan semakin tinggi pula pengabdian dan dedikasi guru terhadap profesinya.

     Guru tidak hanya dihibur dengan gelar pahlawan tanpa tanda jasa yang sangat identik dengan keprihatinan. Yang dibutuhkan saat ini adalah tindakan nyata dari pemerintah yang tidak terhenti pada lahirnya sebuah kebijakan baru yang tidak terimplementasikan.

     Kekhawatiran muncul ketika pemerintah tidak melakukan usaha yang serius terhadap peningkatan martabat dan derajat guru, maka akan menurun pula minat dan niatan bagi mereka yang tergolong cerdas atau pandai untuk mengambil studi di perguruan tinggi atau jurusan-jurusan yang mencetak guru. Dalam bahasa yang lebih lugas mereka tidak mau menjadi guru karena penghargaan terhadap profesi guru secara ekonomi tergolong kecil. Jika pemikiran dan opini ini menjadi langgeng dalam masyarakat, maka jangan heran jika pada gilirannya yang mau menjadi guru adalah orang-orang yang kurang cerdas karena orang-orang cerdas lebih memilih profesi lain yang menurut opini masyarakat cukup menjanjikan. Bahkan, mungkin orang-orang tak terlalu cerdas pun tak berminat menjadi guru. Membuktikan kenyataan ini bukanlah pekerjaan yang sulit. Kita cukup menanyakan hal ini kepada siswa-siswa SMA khususnya yang bersekolah di sekolah unggulan, jarang sekali diantara mereka yang memilih perguruan tinggi yang melahirkan guru.

     Kondisi inilah yang patut disayangkan. Memang, meningkatkan martabat guru bukanlah pekerjaan yang sederhana, akan tetapi dengan usaha yang serius harapan tersebut akan tercapai. Tidak mungkin pendidikan di suatu negara menjadi baik tanpa guru-guru yang berkualitas dan tidak mungkin suatu negara maju tanpa pendidikan yang berkualitas.

     Kedua, Peningkatan profesionalisme guru, melalui program terintegrasi, holistik, sesuai dengan hasil pemetaan guru yang jelas, dan penguasaan guru terhadap teknologi informasi dan metode mutakhir pembelajaran. Dengan demikian, maka pemikiran bahwa guru indentik dengan kapur, papan tulis, satpel dan buku sumber akan berubah karena guru akan sama dengan sarjana teknik atau komputer yang mahir menggunakan teknologi mutakhir.

     Ada banyak cara untuk memberdayakan para guru pada zaman serba digital yang penuh informasi seperti dewasa ini. Misalnya, gaji ditingkatkan dan kesejahteraan diberikan berlipat-lipat ketimbang sebelumnya. Tentu, peningkatan gaji dan kesejahteraan akan menolong para guru. Sebab, apabila masalah ini tidak juga diperdulikan, memberdayakan guru dengan cara lain, meskipun ampuh, tetap saja bagaikan mendirikan ruma pasir.

     Mengingat guru merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam belajar, maka salah satu upaya efektif di zaman yang serba berubah dewasa ini, guru perlu merubah peran dirinya dari peran destroyer menjadi peran facilitator siswa dalam belajar.  Peran facilitator ini dicirikan dengan disediakannya peluang seluas-luasnya bagi setiap anak untuk mengembangkan gagasannya secara kreatif supaya anak selalu aktif menyempurnakan gagasan miskonsepsi sambil membangun pengetahuan yang lebih ilmiah. Bersamaan dengan ini, guru senantiasa melatih anak untuk memiliki keterampilan dan sikap tertentu agar dirinya mampu dan mau belajar sepanjang hayat. Kalau ini berhasil, lulusan sekolah kan selalu belajar dan menjadikan lingkungannya sebagai sekoal alam tempat dirinya belajar sepanjang hayat.

B. KEMAMPUAN YANG HARUS DIMILIKI GURU DALAM MEMENUHI TUNTUTAN
     PROFESIONAL
     





January 28, 2009

0 comments:

Post a Comment