Visiuniversal-blog---Dunia pendidikan terus berkembang untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Salah satu pendekatan terbaru yang mulai diperkenalkan adalah Deep Learning, sebuah metode yang menekankan pemahaman mendalam terhadap konsep dan keterampilan. Namun, benarkah pendekatan ini akan menggantikan Kurikulum Merdeka?
Berdasarkan perkembangan terbaru dunia pendidikan di Indonesia diera kepemimpinan pak Prabowo dengan Menteri Pendidikan yang baru. Beberapa pihak menganggap Deep Learning sebagai kurikulum baru yang akan menggantikan Kurikulum Merdeka di bawah kepemimpinan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti. Namun, Abdul Mu’ti menegaskan bahwa Deep Learning bukanlah kurikulum baru, melainkan pendekatan pembelajaran yang bertujuan memperdalam pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Dilansir dari Kompas.com, Abdul Mu’ti menegaskan bahwa Deep Learning adalah strategi pembelajaran yang memberikan pengalaman lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa.
Apa Itu Deep Learning?
Deep Learning dalam konteks pendidikan bukanlah istilah yang sama dengan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), melainkan sebuah metode yang menekankan pemahaman konsep secara mendalam. Pendekatan ini mendorong siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran, bukan sekadar menerima informasi secara pasif. Siswa diajak untuk menghubungkan teori yang dipelajari dengan dunia nyata, sehingga pembelajaran menjadi lebih relevan dan bermakna.
Tujuan utama dari Deep Learning adalah menciptakan pembelajaran yang lebih mendalam, kritis, dan bermakna, dengan memperhatikan tiga elemen utama:
Mindful Learning (Pembelajaran Sadar): Menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan dan latar belakang siswa.
Meaningful Learning (Pembelajaran Bermakna): Mendorong siswa berpikir kritis dan aktif dalam pembelajaran.
Joyful Learning (Pembelajaran Menyenangkan): Membuat pengalaman belajar lebih menyenangkan agar siswa lebih termotivasi.
Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada materi akademik, tetapi juga mengembangkan olah pikir (intelektual), olah hati (etika), olah rasa (estetika), dan olahraga (kinestetik) secara terpadu.
Berpikir Kritis sebagai Kunci Deep Learning
Salah satu elemen penting dalam Deep Learning adalah kemampuan berpikir kritis (Critical Thinking), yang melibatkan:
Analisis: Memecah informasi menjadi bagian-bagian kecil untuk memahami hubungan dan struktur.
Evaluasi: Menilai kredibilitas sumber informasi dan argumen yang diajukan.
Interpretasi: Memahami makna dari informasi yang diberikan.
Sintesis: Menggabungkan berbagai informasi untuk membentuk pandangan baru.
Refleksi: Mengevaluasi cara berpikir sendiri serta mempertimbangkan bias dan asumsi pribadi.
Dengan berpikir kritis, siswa dapat lebih mandiri, mampu menyelesaikan masalah, dan lebih siap menghadapi tantangan di dunia nyata.
Langkah Implementasi Deep Learning
Agar pendekatan Deep Learning dapat diterapkan secara efektif di sekolah, diperlukan langkah-langkah strategis, di antaranya:
Sosialisasi konsep Pembelajaran Mendalam kepada guru, siswa, dan wali murid.
Pelatihan guru untuk menerapkan metode ini dalam kegiatan belajar mengajar.
Penyediaan infrastruktur pendukung, seperti sumber belajar yang lebih interaktif dan fleksibel.
Integrasi teknologi digital dalam pembelajaran untuk memperkaya pengalaman belajar.
Monitoring dan evaluasi berkala untuk memastikan efektivitas penerapan Deep Learning di sekolah.
Mendikdasmen Abdul Mu’ti berharap bahwa pendekatan Deep Learning yang lebih humanis ini dapat membantu mengembangkan 8 dimensi profil lulusan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan, yaitu keimanan dan ketakwaan, kewargaan, penalaran kritis, kreativitas, kolaborasi, kemandirian, kesehatan, dan komunikasi.
Mengenal lebih dalam Konsep Pembelajaran Deep Learning
Deep learning dalam konteks pendidikan merujuk pada pendekatan pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman siswa melalui pengalaman belajar yang lebih mendalam dan bermakna. Istilah ini sebenarnya lebih dominan digunakan dalam teknologi kecerdasan artifisial, yang merujuk kepada model jaringan saraf tiruan (artificial neural networks) yang berfungsi untuk meniru cara manusia berpikir dan belajar yang memungkinkan pemrosesan data dalam jumlah besar dilakukan secara efisien dan akurat. Beberapa bukti dominasi istilah deep learning dalam dunia kecerdasan artifisial dapat dikonfirmasi melalui pencarian di basis data Scopus yang menyarankan artikel-artikel tentang artificial intelligence.
Selain itu, berdasarkan penelusuran pada repository buku digital, kata kunci deep learning juga masih dikenali sebagai istilah AI. Tidak satupun dari hasil yang mengarah kepada pendidikan. Gambar di atas merupakan dua buku tentang deep learning.
Konsep Pembelajaran Deep Learning dalam Pembelajaran
Makna literal dari deep learning sendiri adalah pembelajaran mendalam. Jika istilah tersebut diadopsi ke dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, maka akan berarti pendekatan atau metode pembelajaran yang menekankan pemahaman mendalam terhadap materi pelajaran dengan berlandaskan pada pelinatan proses berpikir kritis. Dengan kata lain, deep learning akan sangat tergantung pada variabel berpikir kritis atau 'critical thinking'.
Berpikir Kritis (Critical Thinking)
Istilah berpikir kritis atau "critical thinking" populer pada abad ke-20. Oleh filsuf Amerika, John Dewey, istilah tersebut disebut dengan berpikir reflektif atau "reflective thinking" yang menekankan pada pentingnya pemikiran aktif dan kritis dalam mempertimbangkan keyakinan dan pengetahuan yang ada. Ia berargumen bahwa berpikir kritis merupakan bagian integral dari pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan individu menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari.
Critical thinking terdiri dari beberapa komponen kunci yang saling terkait, antara lain:
Analisis: Kemampuan untuk memecah informasi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk memahami struktur dan hubungan antar bagian tersebut.
Evaluasi: Menilai kredibilitas sumber informasi dan kekuatan argumen yang diajukan.
Interpretasi: Memahami makna dari informasi atau argumen yang disajikan.
Sintesis: Menggabungkan berbagai informasi untuk membentuk pandangan atau argumen baru.
Refleksi: Merenungkan proses berpikir sendiri dan mempertimbangkan bias serta asumsi pribadi.
Mengadopsi Paradigma Konstruktivisme
Deep learning dalam dunia pendidikan menekankan bahwa pengetahuan itu dibangun atau dikonstruk berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Secara epistemologis, konsep ini dikenal dengan konstruktivisme. Dalam paradigma ini, peserta didik belajar melalui integrasi pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sehingga model mental tentang realitas berubah secara perlahan.
Menekankan Pencarian Makna yang Mendalam
Konsep ini juga menekankan pada pencarian makna yang mendalam melalui rangkaian aktivitas belajar yang mendalam. Dalam hal ini, makna tidak dipaksakan dan tidak ditransmisikan melalui instruksi langsung, melainkan disampaikan melalui kegiatan pembelajaran mendalam melalui rangkaian aktivitas yang mengungkap makna dari konsep-konsep abstrak dalam materi pembelajaran. Peserta didik mengikuti proses belajar dengan niat untuk memahami dan mencari makna. Aktivitas belajar disusun dengan mempertimbangkan proses yang memicu dan memacu peserta didik untuk bmenggunakan konsep berpikir kritis dalam mencari hubungan antara materi dan menginterpretasikan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan struktur pengetahuan dan pengalaman yang telah didapatkan sebelumnya.
Metakognisi dan Discovery Learning
Metakognisi merujuk kepada kemampuan individu untuk menyadari dan mengendalikan proses berpikir yang meliputi bagaimana seseorang belajar, berpikir, dan memecahkan masalah. Discovery learning sendiri menekankan pada proses pembelajaran yang berbasis pada pemecahan masalah, yang mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Istilah discovery learning sering digunakan dalam situasi yang memerlukan pemahaman konsep-konsep abstrak atau rumit, karena memungkinkan peserta didik untuk dapat menghubungkan pengetahuan baru dengan pengalaman praktis.
Keuntungan utama dari discovery learning adalah meningkatkan keterlibatan peserta didik dan memperdalam pemahaman mereka karena mereka tidak hanya menerima informasi secara pasif tetapi aktif membangun pengetahuan mereka sendiri. Berdasarkan informasi tersebut, diketahui bahwa peran pendidik dalam hal ini bukan sebagai sumber pengetahuan, melainkan sebagai fasilitator yang membantu dan mengarahkan peserta didik terhadap pencarian makna berdasarkan rangkaian pembelajaran.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan konsep di atas, Deep Learning bukanlah kurikulum baru yang menggantikan Kurikulum Merdeka, melainkan sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pemahaman mendalam, berpikir kritis, dan pembelajaran yang lebih menyenangkan. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan sinergi antara guru, siswa, orang tua, dan lingkungan sekolah agar pendidikan yang lebih bermakna dan relevan dapat terwujud.
So sudah siapkah Ayah Bunda, Bapak dan ibu Guru menerapkan Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) di sekolah?
Baca juga Pembelajaran Mendalam Deep Learning di PAUD Pendidikan Anak Usia dini.
Sumber dan referensi:
https://www.kompas.com/edu/read/2024/11/11/082738471/mendikdasmen-deep-learning-bukan-kurikulum-tapi-pendekatan-belajar
https://www.ruangguru.com/blog/pendekatan-deep-learning
https://fahum.umsu.ac.id/blog/pengertian-deep-learning-diperkirakan-sebagai-pengganti-kurikulum-merdeka-belajar/
https://s2pendidikanbahasainggris.fbs.unesa.ac.id/post/mengenal-konsep-pembelajaran-deep-learning
https://www.kompas.com/skola/read/2023/12/05/160000469/pengertian-berpikir-kritis-menurut-para-ahli?lgn_method=google&google_btn=onetap
https://pendidikan.id/news/mengenal-deep-learning-pendekatan-pembelajaran-mendalam-solusi-perubahan-masa-depan-yang-sulit-diprediksi/
0 comments:
Post a Comment