A. Pendidikan dan Perilaku Warga Belajar
Dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan kesetaraan
secara psikologi, pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan
kelakuan atau perilaku warga belajar. Pendidikan bertalian dengan transmisi
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek perilaku lainnya kepada warga belajar.
Pendidikan juga adalah merupakan proses belajar dan mengajar pola-pola perilaku
manusia yang sesuai dengan realitas masyarakat serta lingkungan ditempat warga
belajar tersebut berada.
Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna
pendidikan adalah sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan
potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rokhani sesuai dengan nilai-nilai
yang ada di masyarakat. Sehingga timbul suatu bentuk perilaku sebagai hasil
pendidikan yang dilakukannya. Menurut Carter V. Good, dalam Djumransyah Indar,
1994 : 18, pendidikan mengandung pengerrtian sebagai suatu :
1. Proses
perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku
dalam masyarakatnya.
2. Proses
sosial di mana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin
(misalnya sekolah) sehingga ia dapat mencapai kecakapan sosial dan
mengembangkan pribadinya.
Dari konsepsi pendidikan secara umum yang berkaitan
dengan perilaku warga belajar ini, dapat dilihat bahwa pendidikan mengandung
pengertian mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik merupakan suatu usaha atau
kegiatan yang dilakukan secara sengaja, penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab
membimbing siswa agar memiliki watak dan kepribadian yang baik dan utuh.
Jelasnya mendidik lebih tertuju kepada pengembangan aspek-aspek moral, agama
dan segi-segi kepribadian yang lain (sikap tingkah laku) (Abdul Rivai, 1993 :
38).
Dalam kaitannya dengan konsep dan proses pendidikan
warga belajar di tingkat pendidikan kesetaraan baik pada Kejar Paket A, Paket B, dan Paket C, masalah perilaku adalah salah satu aspek terpenting yang
harus diperhatikan menyakngkut perkembangan kepribadian warga belajar dan
hubungannya dengan kegiatan pendidikan Nonformal Kesetaraan .
B. Prilaku Warga Belajar yang Menghambat Proses Pembelajaran
1.
Pengertian
Perilaku
Pengertian
dari perilaku menurut KBBI (2007) adalah tanggapan atau reaksi individu
terhadap rangsangan atau lingkungan.
Pengertian
perilaku dalam sudut pandang pendidikan dan psikologi mempunyai pemahaman yang
luas dan kompleks. Perilaku atau tingkah laku yang dalam bahasa Inggris disebut
behavior adalah meliputi dua bentuk
yaitu :
a)
Perilaku
terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini adalah
perilaku yang dapat diamati, bisa tampak dalam bentuk gerak gerik, seperti
misalnya membaca, menulis, melompat, tertawa dan sebagainya. Tingkah laku atau
perilaku terbuka ini adalah merupakan gejala mental.
b)
Perilaku
tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup ini adalah
perilaku yang tidak dapat diamati, tidak tampak dalam bentuk grak-gerik,
seperti berpikir, mengingat, berfantasi, mengalami emosi, berkeinginan
(menghendaki) dan sebagainya. Perilaku tertutup ini juga adalah merupakan
proses mental.
(Ahmad Thonthowi, 1993: 99)
Menurut
Nasution (1999: 10) Perilaku manusia
pada hakekat hampir seluruhnya bersifat sosial, yakni dipelajari dalam
interaksi dengan manusia lannya. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari
merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain di rumah, di sekolah, tempat
bermain, pekerjaan, dan lain sebagainya
Faktor
terpenting yang mempengaruhi perilaku adalah lingkungan. Kita akan berperilaku
sesuai dengan tempat dimana kita berada. Lingkungan memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap tingkah laku kita. Beberapa psikolog menyatakan bahwa
kita tidak dapat hanya belajar berperilaku, kita mempelajari perilaku dalam
berbagai situasi seperangkat perilaku secara mental ditambah waktu dan tempat
untuk memainkan perilaku tersebut (James F. Calhoun, 1995 : 420).
Jika
dilihat dari sudut pandang psikologi, pemahaman mengenai perilaku ini terkait
erat dengan aspek-aspek yang terdapat dalam diri manusia. Hal ini seperti yang
dikatakan oleh psikologi klasik bahwa sumber segala perilaku manusia adalah
insting atau ”libido”. Selanjutnya
para penganut aliran psikologi modern mengatakan bahwa sumber perilaku manusia
”motif”, singkatnya apapun bentuk dan
wujud tingkah laku manusia adalah akibat dari adanya motif. Tingkah laku
manusia dalam penampakannya adalah dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Perilaku (id) itu belum menampak
dikendalikan oleh suatu unsur yang ada dalam diri manusia yaitu ”super ego”, super ego ini berfungsi sebagai faktor
pengendali atau pengatur antara kebutuhan yang selalu meminta dipenuhi dengan
tuntutan norma moral (etis) dan ia (super ego) selalu memberikan rambu untuk
selalu ditaati (Zainul Akhyar, 1993 : 90).
2.
Perilaku
Warga Belajar yang Jadi Masalah
Perilaku
warga belajar yang menjadi fokus pengamatan dalam penelitian ini adalah
perilaku yang menjadi masalah serta menimbulkan akses-akses buruk berupa
penyimpangan warga belajar terhadap nilai-nilai yang berlaku di tempat belajar.
Pada umunya nilai-nilai yang dianut di sanggar kegiatan belajar sejalan dengan
yang berlaku dalam masyarakat sekitarnya. Menurut Nasution, (1999: 119) Bentuk
perilaku siswa dalam kelas yang menyimpang dapat berupa hal-hal seperti :
a.
Perbuatan
yang menunjukan ketegangan, rasa cemas yang tampak pada anak sekolah dasar
dengan mengisap jari, menarik-narik rambut;
b.
Perbuatan
yang tidak bertalian dengan pelajaran seperti melihat-lihat kedepan, kiri
kanan;
c.
Bercakap-cakap
atau berbisik-bisik dengan anak lain;
d.
Main-main
dengan sesuatu;
e.
Tidak
mematuhi perintah guru;
f.
Melakukan
sesuatu yang menggangu pelajaran.
Wujud
penyimpangan perilaku sisiwa terhada nilai-nilai seperti halnya pada niali
moral secara umum dapat dibedakan atas dua kondisi yaitu:
a.
Kondisi
Statis
Merupakan gejala ”juvenile deliguency” remaja berupa
kuantitas dan kualitas kedurjanaan, namun sebagian lagi tidak dapat diamati dan
tetap tersembunyi, hanya dapat dirasakan akses-aksesnya.
b.
Kondisi
Dinamis
Gejala kenakalan remaja
tersebut merupakan gejala yang terus menerus berkembang, berlangsung secara
progresif sejajar dengan perkembangan teknologi, industri dan urbanisasi
(Harpani Matnuh, 1993: 27).
Sering
perilaku siswa itu menjadi masalah manakala ia dihadapkan pada persoalan
disiplin di lingkungan sekolahnya. Penyimpangan perilaku di kalangan siswa ini,
misalnya:
a.
Malas-malasan
kesekolah;
b.
Datang
selalu terlambat
c.
Mengganggu
anak lain yang sedang belajar;
d.
Membuat
keributan;
e.
Mencontek pada waktu ulangan;
f.
membolos
atau pulang sebelum waktunya;
g.
melakukan
tindakan-tindakan agresif.
Hal ini dikatakan sebagai
perilaku yang menyimpang karena terjadi pelanggaran nilai-nilai, norma-norma,
dan ketentuan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh sekolah maupun yang
ditetapkan oleh guru (Oemar Hamalik, 1992: 107-108).
Salah satu
bentuk perilaku siswa yang menimbulkan masalah adalah persoalan frustasi dan
penyalurannya. Kadangkala frustasi ini menimbulkan reaksi negatif sebagai
penyaluran frustasi dan siswa yang bersangkutan. Diantara reaksi dan frustasi
yang bersifat negatif adalah berupa:
a. Agresi,
yaitu reaksi berupa tindakan menyerang orang lain, baik secara fisik maupun
secara mental.
b. Negatifismen,
yaitu berbuat yang serba bertentangan dengan kehendak orang lain, misalnya
melakukan hal-hal yang dilarang atau sebaliknya tidak melakukan hal-hal yang
justru agar dilakukan.
c.
Proyeksi,
yaitu tindakan yang bersifat membalik fakta yang sebenarnya, dengan cara menimpakan
sebab kegagalan kepada orang lain, sehingga dirinya terhindar dari kesalahan
yang mengakibatkan gagal.
d.
Fantasi,
merupakan penyaluran yang amat mudah, karena hanya mengalihkan diri ke dunia
khayal. Fantasi ini dapat bersifat negatif jika hal-hal yang dikhayalkan adalah
hal-hal yang berbentuk negatif (Ahmad Thonthowi, 1993: 74-76).
3.
Karakteristik
Warga Belajar dan Perilakunya
Setiap
anak (warga belajar) adalah subjek (pelaku) dalam proses pembelajaran yang
memiliki keunikan satu sama lain sehingga dalam proses belajar mengajar pun
terdapat keunikan. Ada siswa yang cepat tanggap, menangkap dengan segera
pelajaran yang diberikan dan mudah mengerti bahan yang diberikan, tetapi ada
pula yang sebaliknya. Hal ini sesuai dengan keadaan siswa serta sesuai dengan
karakteristik yang dimiliki masing-masing anak tersebut (Moh. Uzer Usman dan
Lilis Setiawan, 2001: 10).
Pada
dasarnya karakteristisk siswa sebagai anak didik, terutama yang masih muda,
banyak belum mengerti akan arti belajar dan apakah yang dipelajari; untuk apa
berbagai bahan pelajaran dimasa depan, belumlah ia sadari. Mereka umumnya baru
merasakan kebutuhan biologisnya saja (Ahmad Thonthowi, 1993: 72).
Siswa pada
hakikatnya adalah remaja yang mengalami perkembangan. Sebagai remaja, siswa
dihadapkan pada masalah yang umumnya ditandai oleh dua ciri yang berlawanan,
yakni, keinginan untuk melawan dan sikap apatis, siswa biasanya menghadapi
masalah sosial dan biologis. Tetapi
untuk dikatakan dewasa dalam arti sosial masih memerlukan faktor-faktor lain.
Dia perlu belajar banyak mengenai nilai-nilai dan norma-norma masyarakatnya
(Soerjono Soekanto, 1990: 413).
Siswa
adalah anak-anak yang cenderung bisa berperilaku menyimpang. Kadangkala perilaku
menyimpang itu adalah cara nonverbal untuk menyatakan bahwa ada sesuatu yang
salah. Penyimpangan perilaku ini juga pada umumnya dialami oleh siswa yang
tidak menyukai dirinya, sebagai akibat pencerminan pandangan rendah sekitarnya
terhadap dirinya. Karakteristik ini juga membawa sifat-sifat anak-anak yang
merupakan hasil didikan di rumah yang banyak dibawa ke sekolah. Sikap siswa
terhadap pekerjaan di sekolah, disiplin, kesetiaan, kejujuran, serta keinginan
untuk bekerjasama dengan orang lain kadang kala berasal dari hal-hal yang
didengar dan dialami mereka dalam kelompok keluarganya (Oemar Hamalik, 1992:
102-107).
C. Penutup
Dalam pengembangan pendidikan kesetaraan bagi warga belajar, faktor prilaku juga menentukan keberhasilan dan kesuksesan kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Prestasi belajar warga belajar berkolerasi dengan kegiatan pembelajaran yang melibatkan perilaku warga belajar, semakin baik perilaku warga belajar maka akan semakin tinggi prestasi belajar yang dapat dicapai.
Demikian analisis teoritis perilaku warga belajar kesetaraan yang menghambat proses pembelajaran, semoga bermanfaat. terimakasih.
Sumber referensi :
Dimyati dan Mujiono. 1999. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta Rineka Cipta.
_____________.
1983. Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar. Bandung.
Tarsito.
_____________. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung.
Sinar Baru.
_____________. 1977. Media Pendidikan. Jakarta:
Alumni.
Indar, Djumransyah. 1994. Filsafat Pendidikan. Jakarta:
Alumni.
Kadir, Abdul Munsyi (ed). 1981. Pedoman
mengajar, Surabaya. Al-Ikhlas.
Nasution.
1997. Berbagai Pendekatan dalam Proses
Belajar dan Mengajar. Jakarta.. Bumi Aksara.
Sardy, Martin (editor). 1985. Pendidikan Manusia. Bandung:
Alumni.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi
Suatu pengantar. Jakarta: Depdikbud.
Soekartawi. 1995. Sosiologi Meningkatkan
Efektivitas Mengajar. Jakarta: Pustaka Jaya.
Thontowi, Ahmad 1993. Psikologi Pendidikan. Bandung. Angkasa.
0 comments:
Post a Comment