CARA MENGAJARKAN PUISI UNTUK SISWA SMP

Mengajarkan puisi untuk anak sekolah tingkat SLTP atau SMP tentu berbeda dengan anak sekolah tingkat SMA atau mahasiswa, hal ini terjadi karena adanya perbedaan kemampuan dan kematangan berfikir dari siswa tersebut. Anak SMP Perlu bimbingan denga pendalamam yang lebih intens baik secara intrinsik maupun secara ekstrinsik dari puisi tersebut. Berikut beberapa cara dan metode dalam mengajarkan puisi untuk anak SLTP atau SMP ini yaitu: 

Rahmato (1988 : 9-10), mengemukakan bahwa cara penyajian puisi yang baik dan tepat untuk siswa SLTP adalah :

a.Membaca dalam hati
Cara penyajian ini dapat divariasikan dengan cara penyajian yang lain. Misalnya , setelah guru memilih bahan (puisi) yang akan diajarkan, siswa diminta untuk membaca dalam hati. Setelah diberi waktu beberapa menit seorang siswa diminta untuk maju dan membaca nyaring dilanjutkan dengan diskusi di bawah bimbingan guru.

b.Membaca Nyaring
Membaca nyaring adalah membaca puisi yang lengkap karena segala kekuatan puisi akan tersajikan baik tema, nada, suasana, amanat, kemerduan bunyi, dan unsur lainnya. Hal ini sesuai dengan hakikat puisi sebagai seni verbal.
Berikut ini beberapa teknik membaca nyaring :
1.Pembaca tunggal secara bergiliran.
2.Pembacaan dengan dramatis (dipilih puisi yang mengandung unsur dramatik).
3.Pembacaan dengan musik (musik sebagai pengiring).
c.Melibatkan Emosi.

Sebenarnya cara penyajian dengan melibatkan emosi siswa secara langsung sudah mencakup penglihatan, pendengaran, dan pengucapan siswa.

Gani (1988 : 165), mengemukakan beberapa konsep pengajaran puisi, meliputi :
  1. Guru seyogyanya hanya mengajarkan puisi yang benar-benar dihayati
  2. Guru hendaknya mengutamakan unsur pengalaman dalam proses belajar mengajarnya, seringkali terjadi bahwa pengajaran puisi cenderung membicarakan sejarah, teori, dan kritik puisi sehingga sentuhan pengalaman sastra terabaikan.
  3. Guru hendaknya menghindarkan diri dari cara pemberian penjelasan yang berlebih-lebihan tentang puisi. Semakin banyak guru menjelaskan, semakin sedikit kemungkinan pemerolehan yang dicapai siswa. Sebab itu siswa harus dirangsang untuk mengembangkan dan menyatakan pendapatnya sendiri tentang kemungkinan yang tekandung di dalam puisi yang dipelajarinya.
  4. Suatu unit puisi hendaknya jangan sampai menghilangkan prinsip pengajaran terpadu. Selama proses belajar berlangsung, guru selalu menjaga agar disamping pemerolehan belajar yang instruksional, juga tercapai hasil belajar yang bersifat pendamping.
  5. Siswa hendaknya diberi kesempatan untuk memilih sendiri puisi yang hendak dibaca, dipelajari, dan didiskusikannya. Proses memilih sendiri puisi pendamping ini memberikan dorongan pada siswa agar membaca lebih banyak lagi puisi-puisi yang pantas dibacanya.
  6. Siswa ditugaskan membaca dan mempelajari puisi, sewaktu-waktu hendaknya diminta menyatakan pendapatnya dengan bahasa yang puitis, tetapi guru hendaknya membiasakan siswa melakukan hal itu dengan sadar. Sebab itu tugas tersebut harus eksplisit dan diamati secara khusus.
  7. Siswa hendaknya ditolong untuk mengungkapkan bahwa puisi itu untuk segala hal. Siswa hendaknya mengenal dengan baik bahwa subyek puisi bisa datang dari mana-mana, dari segala sisi kehidupan yang indah dan yang suram. Pendeknya subyek puisi dapat digali dari segala sektor kehidupan yang kita lihat dan ketahui setiap hari.   
Sumber/referensi: 
Gani, Rizanur. 1980. Pengajaran Apresiasi Puisi. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jakarta.
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Puisi. Kanisius. Yogyakarta.



February 16, 2014

0 comments:

Post a Comment