BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keaksaraan fungsional (KF) merupakan sebuah pendekatan melalui
program pendidikan non formal untuk mengatasi masyarakat yang menyandang buta
aksara. Keaksaraan fungsional diartikan secara sederhana sebagai kemampuan
untuk membaca, menulis dan berhitung (calistung) serta berorientasi pada kehidupan
sehari-hari dengan memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam yang ada di
lingkungan sekitar untuk meningkatkan mutu dan taraf hidup warga
belajarnya.
Keaksaraan fungsional membantu masyarakat lebih berdaya
dengan cara belajar untuk menambah kemampuan dan pengetahuan. Penyandang buta
aksara dalam kehidupan sehari-hari akan dihadapkan pada dilema dan masalah yang sangat komplek. Seperti,
kesulitan mendampingi dan membantu dalam menyelesaikan tugas sekolah anaknya di rumah. Penyandang buta aksara (buta
huruf) dapat dianggap negatif di lingkungan sekitar yang berdampak
pada psikologisnya karena adanya kesenjangan dalam status sosial pada baca, tulis dan berhitung mengenai
angka dan bukan hanya pada menghitung uang saja.
Penyandang buta aksara juga memiliki keterbatasan tidak dapat
membaca dan menulis untuk mengurus administrasi kependudukan, seperti pembuatan
KTP (Kartu Tanda Penduduk). Proses mendapatkan akses pengurusan jaminan
kesehatan masyarakat dengan prosedur membuat keterangan keluarga miskin kepada
aparatur pemerintah terendah yaitu Rukun Tetangga (RT) sampai dengan tingkatan
teratas juga termasuk keterbatasan penyandang buta aksara. Proses tersebut
dapat dilihat ketika mereka harus mengisi absensi pertemuan atau kegiatan
dilingkungan. Fakta tersebut, terlihat bahwa penyandang buta aksara kurang
memiliki kesempatan dengan kata lain mereka haruslah bergantung kepada orang
lain. Adanya program keaksaraan fungsional, penyandang buta aksara memiliki
kekuatan untuk meningkatkan mutu dan kualitas hidupnya dalam kehidupan
sehari-hari.
Jumlah penyandang buta aksara di Indonesia memang dapat
dikatakan masih besar, hal ini dapat dilihat dari data Kementerian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas) tahun 2011 mengenai penduduk Indonesia yang buta huruf (penyandang
buta aksara usia 15 tahun ke atas sebanyak 7,76 juta orang. Sebanyak 64% atau
6,3 juta dari data Kemendiknas adalah perempuan masih menyandang buta aksara
yang berusia 15 tahun ke atas (Kemendiknas, 2011).
Kemampuan baca tulis pada kenyataannya masih menjadi
permasalahan bagi sebagian rakyat Indonesia khususnya perempuan miskin. Berdasarkan
identifikasi data dilapangan,
di kota Banjarmasin sendiri tercatat 1,760 penyandang buta aksara. Data Diknas Kota
Banjarmasin
tahun 2011, dari
jumlah penduduk
Kota
Banjarmasin
yang buta huruf (penyandang buta aksara) usia 15 tahun ke atas ada sebanyak
sebanyak 1.553 orang. (Disdik Kota Banjarmasin: 2011).
Program Keaksaraan fungsional yang dilaksanakan oleh SKB
Kota Banjarmasin sebagai salah satu upaya untuk turut membantu
mengentaskan masalah buta aksara ini di masyarakat. Program Keaksaraan
Fungsional ini
dilaksanakan pada periode pertama adalah selama delapan bulan dimulai dari
bulan Januari 2013 – Agustus 2013 dengan enam bulan sebagai waktu
pembelajaran utamanya. Sasaran untuk kegiatan keaksaraan fungsional
dilaksanakan pada 2 kelompok belajar dengan 10 warga belajar (penyandang buta
aksara yang mengikuti keaksaraan fungsional untuk belajar) setiap kelompoknya.
Sebagai pilot project di Kota Banjarmasin untuk pembelajaran keaksaraan fungsional di
wilayah kelurahan Alalak Utara dilaksanakan pada 2 kelompok belajar, yaitu di RW 02 Kuin Utara Kelurahan Alalak Utara Kecamatan Banjarmasin
Utara.
Di RW 02 Kuin Utara Kelurahan Alalak Utara Kecamatan Banjarmasin
Utara kegiatan
belajar keaksaraan yang diselenggarakan oleh SKB Kota Banjarmasin. Kelurahan Kuin Utara memiliki 1 kelompok belajar sebagai
pelaksanaan pada periode berikutnya untuk mencapai 20 warga belajar. Kelompok belajar keaksaraan
fungsional yang direncanakan oleh SKB Kota Banjarmasin akan terdapat program
lanjutan yang dimaksudkan untuk menjaga kemampuan baca, tulis dan berhitung (calistung) warga belajar agar tidak buta
huruf kembali. Kegiatan pembelajaran lanjutan ini direncanakan akan membuka
pembelajaan keaksaraan fungsional lanjutan dengan menggunakan pengembangan
media Pembelajaran Papan Casing.
Casing singkatan untuk Cantol Calistung
dan Gasing, yang merupakan pengembangan media pembelajaran dengan
mengaplikasikan antara media Poster/ beberan, papan tulis, Kartu huruf dan
Angka, serta Game/ permainan tradisional yang berkompilasi antara permainan
rakyat dan pembelajaran Calistung.
Secara umum kegiatan pembelajaran
keaksaraan fungsional dasar dari
pengelola di
Kota Banjarmasin selama ini yang berusaha menerapkan critical literacy sebagai bentuk upaya memenuhi
Standar Kompetensi Keaksaraan Dasar (SKKD). Ruang lingkup SKKD sesuai dengan
ketentuan Kemendiknas yang terdiri dari 5 pokok, yaitu, 1) Mendengar; 2) Berbicara; 3)
Membaca; 4) Menulis; dan 5) Berhitung. Ternyata dalam penerapannya masih
belum efektif sepenuhnya terakomodasi dalam kegiatan pembelajaran yang
dilakukan, hal ini terbukti dengan masih adanya warga belajar yang
berulang-ulang mengikuti program keaksaraan fungsional tersebut.
Kegiatan pembelajaran yang masih
konfensional membutuhkan waktu dan pemahaman yang berat dan lama dari warga
belajar untuk mencapai SKKD tersebut. Karena itu perlu dilakukan pengembangan metode
dan media pembelajaran yang lebih efektif untuk membantu peningkatan pemahaman
warga belajar dalam kegiatan belajarnya secara tutorial. Metiode ini dapat di
aplikasikan dengan pengembangan media Pembelajaran Papan Casing. Casing singkatan untuk
Cantol, Calistung dan Gasing,
yang merupakan pengembangan media pembelajaran dengan mengaplikasikan antara
metode belajar membaca dan aksara mencantol, media Poster/ beberan, papan
tulis, Kartu huruf dan Angka, serta Game/ permainan tradisional yang
berkompilasi antara permainan rakyat dan pembelajaran Calistung tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang, maka permasalahan yang dikemukakan dalam karya tulis ini adalah :
1. Metode dan Media pembelajaran Keaksaraan
Fungsional yang konfensional belum efektif dalam meningkatkan pemahaman warga belajar dalam
kegiatan pembelajaran Keaksaraan Fungsional.
2. Tutor kesulitan menyediakan dan membawa media
Pembelajaran ketempat belajar warga belajar Keaksaraan Fungsional.
3. Warga belajar kurang tertarik dan kurang
berminat terhadap media pembelajaran konfensional yang selama ini digunakan
dalam Pembelajaran Keaksaraan Fungsional.
C. Tujuan
Mengacu pada permasalahan,
maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran atau informasi
tentang :
1 Metode dan media pembelajaran Keaksaraan
Fungsional baru yang lebih efektif untuk meningkatkan pemahaman warga belajar
dalam kegiatan pembelajaran.
2. Memudahkan tutor dalam menyediakan dan membawa
media Pembelajaran ketempat belajar warga belajar Keaksaraan Fungsional.
3. Meningkatkan Minat dan ketertarikan warga
belajar terhadap media pembelajaran yang digunakan dalam Pembelajaran
Keaksaraan Fungsional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Istilah media
berasal dari Bahasa
Latin yang merupakan
bentuk jamak dari kata “medium” yang
secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Makna umumnya
media adalah segala sesuatu yang
dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.
Dalam penjelasan Asosiasi Teknologi dan Komunikasi
Pedidikan (Assosiation of Education and
Communication Technology/AECT) di Amerika, membatasi media sebagai bentuk dan
saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Gagne (1970)
menyatakan bahwa media adalah sebagai jenis komponen dalam lingkungan siswa
yang dapat merangsang belajar. Sementara itu Briggs (1970) berpendapat bahwa
media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang
siswa untuk belajar.
Istilah media
ini sangat populer
dalam bidang komunikasi.
Proses belajar mengajar
pada dasarnya juga merupakan
proses komunikasi, sehingga
media yang digunakan
dalam 2 pembelajaran disebut
media pembelajaran. Media
pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat dipergunakan
untuk merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan
kemampuan atau ketrampilan peserta
sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar
pada diri peserta pembelajaran (Arif S. Sadiman, 2009: 6-11)
Pada
mulanya media hanya
berfungsi sebagai alat bantu
visual dalam kegiatan belajar, yaitu berupa sarana yang
cepat memberikan pengalaman visual kepada peserta antara lain untuk mendorong
motivasi, memperjelas dan mempermudah konsep-konsep yang abstrak dan mempertinggi
daya serap belajar.
Dengan masuknya pengaruh
teknologi audio maka lahirlah
alat bantu audio
visual yang terutama
menekankan penggunaan pengalaman
yang konkrit untuk menghindari verbalisme.
2. Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Berdasarkan
prinsip pembelajaran partisipatif dan andragogis, maka media pembelajaran yang digunakan
hendaknya mengikuti alur atau siklus belajar berdasarkan pengalaman. Oleh
karena itu dalam pembelajaran partisipatif, penggunaan media pembelajaran
tersebut di atas pada umumnya digunakan untuk:
a.
Membantu
mempermudah dan menstimulasi para peserta pembelajaran untukmelakukan
pembahasan dan diskusi dan tidak bersifat instruksional.
b.
Membantu
dan menstimulasi proses pengungkapan pengalaman, pengungkapanpermasalahan
sesuai dengan kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
c.
Membantu
menimbulkan "proses mengalami" untuk dapat
diungkapkan sebagai bahan diskusi lebih jauh.
d.
Membantu peserta pembelajaran untuk
"memperkuat" dan "memperteguh" hasil-hasil pembahasan atau
hasil-hasil diskusi yang telah dilakukan oleh peserta itu sendiri.
Dalam proses
pembelajaran Keaksaraan Fungsional, banyak
jenis media yang
dapat dimanfaatkan untuk memproseskan bahan
kajian. Mulai dari
media yang sederhana,
konvensional, dan murah harganya, hingga media yang kompleks, rumit, modern yang harganya
sangat mahal. Mulai dari yang hanya merespons indera tertentu, sampai pada
perpaduan dari berbagai indera manusia yang
dapat di respons.
Dari yang hanya
secara manual dan
secara konvensional dalam mengoperasikannya, hingga
yang sangat tergantung
pada perangkat keras
dan kemahiran sumber daya manusia
tertentu dalam mengoperasikannya.
Jenis media
yang lazim dipergunakan
dalam pembelajaran antara
lain: media non proyeksi, media proyeksi, media audio,
media gerak, media komputer, komputer multi-media, hipermedia dan media jarak
jauh (Heinich, Molenda, Russel, 1996 : 8).
Departemen
Pendidikan Nasional 2003, mengelompokkan
media menjadi 10 golongan yang dapat dilihat dalam daftar tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1.
Jenis-jenis Media Pembelajaran
Sementara itu,
dari sekian banyak jenis media yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran keaksaraan fungsional
dibuat klasifikasi media yang lebih sederhana sebagai berikut: Media yang tidak
diproyeksikan, Media yang
diproyeksikan, Media audio, Media
video, Media berbasis komputer dan Multi
media kit dan sebagainya termasuk media yang diproyeksikan.
B. Pengembangan Media Pembelajaran Keaksaraan
Fungsional
Dalam bidang Pendidikan Non-Formal pada umumnya dan Pendidikan Keaksaraan khususnya,
sebenarnya sudah sejak lama dikenal adanya kriteria yang harus
dipatuhi dalam prosedur
penyusunan pengembangan
media atau bahan
belajar. Kriteria tersebut lebih dikenal istilah 7-M,
yaitu:
1. Mudah;
artinya mudah membuatnya, mudah memperoleh bahan dan alatnya, serta mudah
menggunakannya.
2. Murah; artinya
dengan biaya sedikit,
jika memungkinkan bahkan
tanpa biaya, media pembelajaran tersebut dapat dibuat.
3. Menarik;
artinya menarik atau merangsang perhatian
warga belajar (peserta pembelajaran), baik dari sisi bentuk, warna, jumlah, bahasa
maupun isinya.
4. Mempan; artinya
efektif atau berdayaguna
bagi warga belajar
(peserta pembelajaran) dalam
memenuhi kebutuhannya.
5. Mendorong; artinya
isinya mendorong warga
belajar (peserta pembelajaran)
untuk bersikap atau berbuat
sesuatu yang positif,
baik untuk dirinya
sendiri maupun lingkungannya
sesuai tujuan belajar yang diharapkan.
6. Mustari;
artinya tepat waktu, isinya tidak basi, dan sesuai dengan kebutuhan dan potensi
lokal/sekitar tempat pembelajaran.
7. Manfaat;
artinya isinya bernilai, mengandung manfaat, tidak mubazir atau sia-sia, apalagi merusak.
Adapun langkah-langkah penyusunan dan pengembangan
media pembelajaran keaksaraan fungsional ini juga mengacu pada kriteria
tersebut. Penyusunan
media pembelajaran dapat diartikan menciptakan media pembelajaran yang baru atau
belum pernah ada,
sedangkan pengembangan media
pembelajaran dapat diartikan
sebagai upaya
mengadaptasi, merekayasa, atau
menyesuaikan (modifikasi) media
pembelajaran yang sudah ada
dengan kebutuhan dalam proses pembelajaran. Dalam
proses pembelajaran seringkali
tidak dilengkapi dengan media pembelajaran yang memadai. Oleh karena itu, pendidik (tutor/ fasilitator) ataupun
pengelola/penyelenggara
program dituntut untuk
mampu merancang, menyusun atau
mengembangkan media pembelajaran efektif yang dapat
digunakan dalam proses
pembelajaran yang dikelolanya (Sujarwo.
2012).
Secara
garis besar
atau pada umumnya, proses penyusunan atau pengembangan media pembelajaran
meliputi langkah-langkah yang dapat dilakukan sebagaimana pada Tabel 2. berikut.
Tabel 2.
Proses Penyusunan/Pengembangan Media
Pembelajaran
Sumber: Departemen
Pendidikan Nasional (1989/1990).
C. Metode dan
Media Pembelajaran Papan Casing
Banyak faktor penghambat peningkatan kemampuan
membaca warga belajar KF diantaranya yaitu pengalaman belajar warga belajar
yang kurang, kualitas tutor/ narasumber dalam mengajar yang rendah, sarana
prasarana dalam kegiatan pembelajaran minim, tingkat kecerdasar warga belajar
yang memang sudah rendah, dan tidak efektifnya metode pembelajaran yang
digunakan, khususnya metode membaca kurang menarik minat belajar warga.
Sebenarnya banyak cara untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan agar
warga belajar cepat paham dan memiliki kemampuan membaca dengan baik. Berikut
ini sebagian metode membaca yang dapat digunakan tutor dalam pembelajaran KF:
a.
Metode Suku Kata
b.
Metode Huruf dan Gambar
c.
Metode SAS (struktur analitik sintetik/struktur urai
rangkai)
d.
Metode Visual, Auditory, Kinesthetic, Tactile
(VAKT)
Dalam metode cantol ini dapat diperkenalkan suku
kata yang terdiri dari gabungan huruf yang dibantu dengan cantolan berupa
gambar dengan menggunakan kartu bacaan untuk mempermudah anak dalam mengingat
seluruh suku kata, kemudian dilanjutkan pembelajaran dengan Game/permainan yang
membuat visual dan auditory warga belajar ikut bekerja melalui tebak kata dalam
membantu warga belajar mengingat bunyi dan bentuk suku kata. Karena metode ini
mengembangkan aspek visual, auditorial
dan kinestetik.
Metode membaca sistem cantol merupakan sebuah
metode yang berpegang pada prinsip “belajar yang menyenangkan”. Mengapa penulis
mengangkat metode ini untuk mendampingi media pembelajaran Papan casing, karena
menurut pengalaman penulis sebagai tutor Keaksaraan Fungsional, menemukan bahwa
warga belajar lebih menyukai pembelajaran dengan hal-hal yang menyenangkan, dan
melibatkan mereka dalam praktik kerja langsung, sehingga pembelajaran tidak
menimbulkan kebosanan yang membuat mengantuk di kelas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang dan hasil pembahasan yang telah
disajikan pada karya tulis di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Metode dan media pembelajaran Keaksaraan Fungsional dengan memanfaatkan
papan casing, dapat memberikan kegiatan pembelajaran yang efektif untuk
meningkatkan pemahaman warga belajar dalam kegiatan pembelajaran Keaksaraan
Fungsional.
2. Metode dan media pembelajaran Keaksaraan Fungsional dengan memanfaatkan
papan casing dapat memudahkan tutor dalam menyediakan dan membawa media
Pembelajaran ketempat belajar warga belajar Keaksaraan Fungsional.
3.
Media pembelajaran Keaksaraan Fungsional dengan memanfaatkan papan casing
dapat meningkatkan minat dan ketertarikan warga belajar terhadap media
pembelajaran yang digunakan dalam Pembelajaran Keaksaraan Fungsional.
B. Rekomendasi
Mengingat
pentingnya pengembangan media pembelajaran Keaksaraan Fungsional dengan memanfaatkan
papan casing Belajar ini untuk
meningkatkan efektivitas dan kemampuan
belajar warga belajar KF. Desain model dan kerangka program pembuatan
media pembelajaran papan casing seperti yang telah diungkapkan dalam karya tulis ini karena itu perlu
direkomendasikan untuk diterapkan dalam berbagai aspek penyelenggaraan program-program
Keaksaraan Fungsional di masyarakat yang bersangkutan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.
Motivasi kegiatan penyelenggaraan program kegiatan
Keaksaraan Fungsional yang sudah baik selama ini perlu dipertahankan, ditingkatkan dan dikembangkan dengan upaya-upaya yang memperkaya pengembangan media pembelajaran Keaksaraan
Fungsional yang efektif dan efisien.
2. Kepada pihak terkait yang berkepentingan dalam menentukan
kebijakan program, agar dapat menerapkan mekanisme
penyelenggaraan proyek pendidikan masyarakat yang efisien dari hasil masukan yang mengakomodir kebutuhan tutor dan warga belajar untuk manfaat yang lebih besar terhadap kebutuhan tutor dan warga belajar itu sendiri.
3. Desain model dan kerangka program pembuatan media
pembelajaran papan casing seperti yang telah diungkapkan dalam karya tulis ini, yang memiliki keunggulan dari segi efektifitas dan
efisiensi pelaksanaan, dapat diterapkan pada masing-masing wilayah kerja Pamong belajar, dan tutor, penyesuaian dilakukan
berdasarkan hasil analisis kebutuhan Pamong Belajar itu sendiri dengan memperhatikan potensi masing-masing
wilayah di daerah masing-masing.
cukup bagus mohon ijin untuk mengkopinya
ReplyDeleteJasa Pembuatan Aplikasi Multimedia Pembelajaran Interaktif Windows Flash Android
ReplyDeleteInfo & Pemesanan - WA. 0815 797 4549
www.pscindonesia.com