STRATEGI MEMBANGUN KURSUS YANG BERKUALITAS

Visiuniversal-----Kursus atau yang sering kita singkat LPK merupakan lembaga yang bertujuan untuk membekali para peserta didik terhadap berbagai jenis pengetahuan, keterampilan dan sikap mental untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri menuju individu yang sukses dan bermental wirausaha. Kursus bermakna juga kegiatan belajar, mendapatkan keterampilan sesuai dengan minat dan potensi yang ada. Kebutuhan terhadap kursus tentunya harus terus meningkat, seiring dengan perkembangan IPTEK dan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Namun demikian pertanyaan yang sering muncul adalah; Mampukan kursus menjadi "senjata" untuk pengentasan pengangguran yang kian meningkat dari tahun ketahun?, mampukah kursus juga mencegah urbanisasi angkatan kerja dari desa ke kota?

Menjawab pertanyaan tersebut tentunya harus diawali dengan identifikasi jenis kursus yang berkualitas. Kursus yang berkualitas bukan terletak pada megahnya bangunan, beragamnya jenis kursus yang ditawarkan kepada masyarakat, tetapi terletak pada kebutuhan kursus yang sesuai dengan peluang pasar. Kebutuhan kursus yang mampu memberdayakan potensi lokal.

Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup dan sikap untuk mengembangkan diri, profesi, bekerja, usaha mandiri dan atau menlanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Ragam dan jenis kursus yang ada bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Indonesia negara yang kaya akan potensi sumber daya alam, namun potensi tersebut sampai saat ini masih "tidur" menunggu tangan-tangan terampil yang siap mengolahnya. Kursus yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan membawa peserta kursus menjadi senang dan termotivasi untuk mengembangkan kemampuan atau keterampilan yang telah dimiliki.

Pengangguran pada kelompok angkatan kerja produktif usia 15-44 tahun di Indonesia mencapai 7,1 juta orang. Banyak faktor yang mendorong pengangguran cenderung meningkat dan atau tetap banyak, diantaranya;
  1. Mind set masyarakat yang belum banyak berubah yaitu bahwa yang dimaksud bekerja adalah menjadi pegawai baik PNS maupun swasta, untuk itu setiap orang tua pasti mendorong anaknya untuk menjadi PNS atau pegawai swasta, dan orang tua justru akan bangga jika anaknya menjadi pegawai,
  2. Sistem pendidikan sekolah yang masih jauh dari memadai, belum mampu membangkitkan semangat wirausaha siswa selama di sekolah, padahal banyak mata pelajaran yang dapat dijadikan sarana mendorong kemandirian siswa seperti pelajaran IPA, ekonomi, Kimia,
  3. Pendirian sekolah kejuruan atau politeknik masih terbatas, padahal di sinilah kunci untuk mengentasikan pengangguran yait u membelajarkan siswa dalam sekolah kejuruan atau politeknik yang berorientasi usaha, vokasi dan mandiri. Hijrah penduduk desa ke kota, untuk mencari perkerjaan, merupakan fakta yang ada dilapangan. Bahwa kehidupan di kota lebih menjamin dari pada di desa, merupakan persepsi yang muncul di masyarakat. Gerakan urbanisasi ini, jika terus dibiarkan, maka disparitas pembangunan dan pertumbuhan ekonomi antara desa dan kota semakin tajam. Akhirnya desa hanya menjadi tempat persinggahan, pasif tanpa perubahan. Kondisi ini harus diubah, kursus masuk desa atau pelatihan keterampilan berbasis desa menjadi harapan satu-satunya untuk mengubah wajah desa menjadi lebih dinamis, produktif dan hidup. Kursus masuk desa memberikan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan desa, potensi desa apa yang dapat dikembangkan sehingga kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik.


Kursus masuk desa tentunya mampu meredam dan mengendalikan fenomena urbanisasi masyarakat. Output* pembelajaran kurusus adalah peserta didik yang memiliki keterampilan baik soft skill maupun hard skill. Titik tekan kursus adalah vokasional, bukan akademik yang ditujukan dengan pemrolehan sertifikat kompetensi bukan ijazah. Dalam lembaga kursus, strategi pembelajaran lebih menekankan kepada praktek (70%-80%) dari pada teori (10%-20%). Mengapa porsentasi praktik lebih banyak? karena ini untuk memenuhi target pencapaian kurikulum dalam sisi penguasaan kompetensi. Pada akhir pembelajaran, lembaga kursus menyediakan dan memfasilitasi program magang kerja (on the job training) kegiatan ini sekaligus untuk mengenalkan dan membiasakan peserta didik dengan dunia kerja sesungguhnya. Sehingga pada saat keluar dari kursus, maka peserta didik benar-benar memiliki kemampuan vokasional yang memadai.

Adalah hal yang patut dipertanyakan, jika ada peserta didik kursus selesai mengikuti program kursus, masih menganggur, atau masih belum mampu menerapkan keterampilan yang dimiliki untuk digunakan sebagai alat untuk mencari kehidupan. Jika ini terjadi maka tentunya perlu dipertanyakan kepada lembaga kursus tersebut terkait dengan hal sebagai berikut;
  1. Pasti ada yang salah dengan kurikulum kursusnya
  2. Pasti ada yang kurang tepat dengan strategi, metode pembelajarann,
  3. pasti jenis keterampilan yang diselenggarakan tidak sesuai dengan peluang pasar, dan
  4. pasti telah muncul rasa tidak nyaman dalam diri peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran di lembaga kursus tersebut.


Proses pembelajaran yang baik dan benar dengan memperhatikan kurikulum dan SKL (Standar Kompetensi Kelulusan). Kursus memberikan keleluasaan dan keluwesan dalam hal pembelajaran dan pilihan terhadap jenis keterampilan. Hal inilah yang menjadikan solusi mejadi instrumen efektif menguatkan keterampilan masyarakat sehingga mereka mandiri dan mampu meningkatkan kualitas hidupnya.

Secara mendasar kursus yang efektif adalah kursus yang menyangkut hal-hal sebagai berikut;
  1. Kursus yang memiliki potensi pasar dalam pengembangannya pasca pembelajaran,
  2. Jenis keterampilan mengacu kepada kebutuhan pasar, perkembangan IPTEK, minat dan motivasi,
  3. Menyertakan program belajar yang jelas, memiliki mitra penempatan kerja, dan program magang kerja sebagai penyempurnaan proses kursus.


Menjangkaunya kursus hingga ke level desa, tentunya merupaka upaya yang terus ditingkatkan. Membuka keterampilan atau jenis kursus di desa tentunya haruslah sangat kontekstual. Misalnya kursus menjahit, kursus pertukangan kayu, kursus membuat pupuk organik. Kurusus budidaya beternak lele, kurusus budidaya tanaman holtikultura. Jenis-jenis keterampilan tersebut jika secara intensif dikembangkan maka tidak mustahil akan membuka potensi desa secara luas. Bahkan nantinya akan terbentuk desa-desa dengan keterampilan dominan, sehingga sentra-sentra keterampilan seperti sentra desa lele, sentra desa pupuk organik, sentra desa holtikultural.

Selama ini program kurusus yang diselenggarakan oleh lembaga kursus masih sangat terbatas, umumnya adalah kursus komputer, kursus menjahit, kursus bahasa Inggris. Jenis keterampilan tersebut tentunya terbatas diikuti oleh masyarakat. Masyarakat tidak banyak pilihan terhadap keterampilan tersebut. Lembaga kursus harus berani menyelenggarakan kursus yang inovatif, hal ini untuk memuaskan pelanggan (custumer) Pertumbuhan kursus yang cukup baik selama ini, tentunya harus diikuti oleh beragam jenis keterampilan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Umumnya, para penyelenggara kursus hanya menyelenggarakan kursus yang umum seperti yang saya sebutkan di atas. Jika hal ini tetap terjadi, maka kursus akan sulit memenuhi ekspetasi masyarakat terhadap lembaga kursus sebagai tempat untuk meningkatkan kualitas hidup. Inovasi dan kemitraan dengan DUDI atau job order tentunya menjadi kunci pemenuhan harapan tersebut.   

Demikian artikel singkat tentang strategi membangun kursus yang berkualitas, semoga bermanfaat. terimakasih.  



January 28, 2017

0 comments:

Post a Comment