DASAR-DASAR FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN

Visiuniversal----- Dasar-dasar Filsafat Ilmu Pendidikan--Sebelum sampai pada definisi filsafat ilmu maka terlebih dahulu dideskripsikan pengertian filsafat. Filsafat adalah disiplin yang mempelajari objek-objek kemanusiaan secara menyeluruh (komprehensif), merangkum, spekulatif rasional, dan mendalam sampai ke akarnya (radiks), sehingga diperoleh inti hakiki dari objek yang dipelajari. Masalah-masalah kemanusiaan utama dalam hidup ini meliputi 3 hubungan penting manusia dalam kehidupannya, yaitu:

  1. Hubungan manusia dengan keberadaan Tuhan.

  2. Hubungan manusia dengan keberadaan alam semesta.

  3. Hubungan manusia dengan keberadaan manusia, baik secara individual maupun kelompok.


Cabang-Cabang filsafat

Cabang-cabang filsafat yang utama adalah sebagai berikut :

Metafisika (ontologi). Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari hakekat realitas terdalam dari segala sesuatu, baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat non fisik.

Epistemologi adalah cabang filsafat yang melakukan penelaahan tentang hakekat pengetahuan manusia. Secara khusus, dalam epistemologi dilakukan kajian-kajian yang mendalam tentang hakekat terjadinya perbuatan mengetahui, sumber pengetahuan, tingkat-tingkat pengetahuan, metode untuk memperoleh pengetahuan, kesahihan pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan.

 Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari hakekat nilai. Berdasar pada pokok penekanannya, aksiologi dapat dibagi menjadi etika (filsafat tentang baik buruk perilaku manusia) atau filsafat moral dan estetika atau filsafat keindahan.

Selain cabang-cabang utama filsafat di atas, terdapat cabang-cabang filsafat lain yang bersifat khusus. Cabang filsafat khusus itu antara lain adalah: filsafat manusia, filsafat ketuhanan, filsafat agama, filsafat sosial dan politik, dan filsafat pendidikan.


Filsafat Ilmu

Psillos & Curd (2008) menjelaskan bahwa filsafat ilmu adalah filsafat yang berhubungan dengan masalah-masalah filosofis dan fundamental yang terdapat dalam ilmu. Dalton dkk. (2007) menjelaskan bahwa filsafat ilmu mengacu pada keyakinan seseorang tentang esensi pengetahuan ilmiah, esensi metode dalam pencapaian pengetahuan ilmiah, dan hubungan antara ilmu dan perilaku manusia.

Lacey (1996) mengajukan definisi filsafat ilmu sebagai suatu studi filosofis yang sangat luas dan mendalam tentang ilmu. Studi filosofis yang sangat luas dan mendalam tentang ilmu itu pada dasarnya mencakup bahasan-bahasan seperti:

    Hakekat ilmu.

    Tujuan ilmu.

    Metode ilmu.

    Bagian-bagian ilmu.

    Jangkauan ilmu.

Hubungan ilmu dengan masalah-masalah kehidupan yang lain (nilai, etika, moral, kesejahteraan manusia).

Dalam konteks yang bersifat melengkapi, Rudner (1966) mengemukakan bahwa filsafat ilmu adalah bagian dari epistemologi yang memiliki fokus pada kajian tentang karakteristik pengetahuan ilmiah. Selanjutnya, Rudner (1966) juga menyatakan bahwa filsafat ilmu pun memiliki bagian-bagian yang berkembang tersendiri berdasar pada objek-objek spesifiknya. Bagian-bagian itu antara lain adalah filsafat ilmu-ilmu sosial, filsafat ilmu-ilmu alam, filsafat ilmu pendidikan, dan filsafat ilmu fisika.

Menurut French & Saatsi (2011) sejarah filsafat ilmu sebagai disiplin yang bersifat mandiri (memiliki jurnal, komunitas ilmiah, dan pertemuan ilmiah) termasuk masih muda dengan usia sekitar 80 tahun. Namun demikian, sebenarnya keberadaan filsafat ilmu telah ada sejak berkembangnya ilmu itu sendiri pada masa Aristoteles yang dapat dianggap sebagai ilmuwan pertama. Filsafat ilmu melakukan penelaahan terhadap isu-isu metode ilmiah, hakekat teori ilmiah dan bagaimana hubungan teori dengan realitas, dan tujuan-tujuan ilmu.

Berdasar berbagai definisi tentang filsafat ilmu yang telah diuraikan kemudian dapat disimpulkan pengertian singkat filsafat ilmu:

Filsafat ilmu adalah sebagai cabang filsafat, khususnya epistemologi, yang mempelajari tentang hakekat pengetahuan ilmu (Hanurawan, 2012).

Keterangan: banyak filsuf memberi penekanan filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat pengetahuan (epistemologi) karena filsafat ilmu banyak melakukan kajian tentang salah satu jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan keilmuan atau pengetahuan ilmiah.

Dalam filsafat ilmu terdapat pembagian filsafat ilmu menjadi filsafat ilmu umum dan filsafat ilmu khusus (Psillos & Curd, 2008). Filsafat ilmu umum adalah filsafat ilmu untuk semua ilmu, sedangkan filsafat ilmu secara individual adalah filsafat ilmu tentang ilmu-ilmu tersendiri, seperti filsafat ilmu psikologi, filsafat ilmu-ilmu sosial, dan tentu saja filsafat ilmu pendidikan.

Filsafat ilmu umum lebih menekankan konsep-konsep filosofis ilmu dan ciri-ciri umum metode ilmiah yang digunakan oleh semua ilmu. Ini berarti dalam filsafat ilmu umum yang menjadi objek telaah adalah semua ilmu. Sedangkan dalam filsafat ilmu khusus lebih menekankan pada telaah konsep-konsep filosofis pada ilmu-ilmu tertentu dan ciri-ciri metode ilmiah yang digunakan oleh ilmu-ilmu khusus (matematika, biologi, ekonomi, psikologi, fisika, dan ilmu pendidikan).


FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN


Pengertian

Berpijak pada beberapa definisi tentang filsafat ilmu itu maka kemudian dapat dibuat aplikasi pengertian filsafat ilmu dalam bidang pendidikan, yang dapat disebut dengan istilah filsafat ilmu pendidikan. Filsafat ilmu pendidikan adalah filsafat, khususnya adalah cabang dari filsafat pengetahuan (epistemologi), yang secara mendalam, spekulatif, dan komprehensif mempelajari tentang hakekat ilmu pendidikan.

Apabila dilihat secara lebih mendalam, yaitu karena filsafat ilmu pendidikan termasuk cabang dari filsafat maka dapat dikemukakan bahwa dasar-dasar berpikir dalam melakukan perenungan filsafat ilmu pendidikan harus mengacu pada dasar-dasar filsafat yang utama, yaitu dasar metafisika (ontologi), dasar epistemologi, dan dasar aksiologi,

Dasar metafisika ilmu berarti bahwa suatu ilmu pendidikan harus memiliki dasar eksistensi untuk dapat menetapkan realitas dirinya dalam dunia pengetahuan ilmiah secara khusus dan dunia pengetahuan pada umumnya. Keberadaan ilmu pendidikan biasanya dihubungkan dengan pandangan metafisika dan objek utama yang menjadi kajian ilmu. Pandangan metafisika itu misalnya terkait dengan pertanyaan-pertanyaan:

 Apakah hakekat keberadaan ilmu itu bersifat monis (satu) di seluruh dunia atau bersifat plural?

Selanjutnya, apabila bersifat monis timbul pertanyaan lanjutan: Apakah hakekat keberadaan ilmu bersifat material atau spiritual?

Selanjutnya, apabila bersifat plural timbul pertanyaan lanjutan: Bagaimana hubungan hakekat keberadaan ilmu yang bersifat material, kejiwaan, dan spiritual?

Dalam bidang ilmu pendidikan, dasar metafisika yang terkait dengan objek ilmu pendidikan dapat ditemui dalam keberadaan aliran-aliran besar dalam ilmu pendidikan. Aliran-aliran besar dalam ilmu pendidikan itu misalnya dapat ditemui dalam aliran pendidikan behavioristik yang menganut paham monisme materialistik dan aliran pendidikan transpersonal yang cenderung bersifat plural.

Dasar epistemologi ilmu atau dasar filsafat pengetahuan ilmu berarti bahwa suatu ilmu harus memiliki kriteria dasar bagi penentuan suatu pengetahuan dapat disebut sebagai pengetahuan ilmiah. Dalam bidang ilmu pendidikan, dasar epistemologi ilmu terkait dengan objek kajian ilmu pendidikan, metode pemerolehan pengetahuan dalam ilmu pendidikan, batas-batas pengetahuan ilmu pendidikan, dan validitas pengetahuan ilmiah dalam ilmu pendidikan (kriteria kebenaran suatu pengetahuan ilmiah).

Dasar aksiologi ilmu berarti bahwa ilmu harus dapat menetapkan kriteria yang seharusnya ada tentang hubungan antara ilmu dan nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan itu mencakup nilai etika dan nilai keindahan. Dalam ilmu pendidikan, dasar aksiologi terkait dengan penerapan prinsip etika dan estetika dalam penelitian dan praktek ilmu pendidikan.



Ruang Lingkup Filsafat Ilmu Pendidikan

Berdasar dasar-dasar metafisika, epistemologi, dan aksiologi ilmu maka secara umum, ruang lingkup yang menjadi bidang kajian filsafat ilmu adalah sebagai berikut:

Masalah-masalah metafisika atau eksistensi realitas yang berhubungan dengan keberadaan suatu ilmu.

Masalah-masalah epistemologis atau metode pencapaian pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu.

Masalah-masalah etika atau moralitas yang berhubungan dengan aktivitas pencapaian ilmu dan penerapan ilmu dalam kehidupan masyarakat.

Masalah-masalah estetika atau keindahan yang berhubungan dengan ilmu.

Selain tinjauan ruang lingkup yang bersifat umum berdasar cabang-cabang utama yang menjadi dasar landasan ilmu, secara lebih teknis ruang lingkup yang menjadi bidang kajian filsafat ilmu dapat dipilah berdasar topik-topik yang bersifat lebih khusus. Dalam hal ini seperti telah termaktub dalam pendapat Lacey (1996) tentang pengertian filsafat ilmu sebelumnya, maka ruang lingkup filsafat ilmu dapat dipilah menurut topik-topik sebagai berikut:


    Hakekat ilmu

    Tujuan aktivitas keilmuan

    Metode keilmuan

    Bagian-bagian ilmu

    Jangkauan ilmu

    Hubungan ilmu dengan masalah-masalah kehidupan lain di luar ilmu.

Dalam konteks yang hampir sama dengan pendapat Lacey (1996), Earle (1992) secara tersirat mengemukakan bidang-bidang kajian yang menjadi ruang lingkup perenungan filsafat ilmu, yaitu:


    Pengertian ilmu

    Tujuan ilmu

    Masalah metodologi dalam kegiatan keilmuan

    Penggolongan ilmu

    Pengembangan teori, model, dan paradigma keilmuan

    Ilmu dan kesejahteraan manusia

    Aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat ilmu.

Demikianlah beberapa pemikiran tentang ruang lingkup yang menjadi bidang kajian filsafat ilmu. Apabila diperbandingkan ruang lingkup-ruang lingkup tersebut satu dengan yang lain maka kemudian dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya beberapa uraian tentang ruang lingkup itu bersifat saling melengkapi dan memiliki inti yang kurang lebih sama.

Apabila ruang lingkup filsafat ilmu itu diterapkan dalam ilmu pendidikan maka diperoleh rumusan ruang lingkup filsafat ilmu dalam ilmu pendidikan adalah sebagai berikut:

    Masalah-masalah metafisika atau eksistensi realitas yang berhubungan dengan keberadaan ilmu pendidikan.

    Masalah-masalah epistemologis atau metode pencapaian pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu pendidikan

    Masalah-masalah etika atau moralitas yang berhubungan dengan aktivitas pencapaian ilmu dan penerapan ilmu pendidikan dalam kehidupan masyarakat.

    Masalah-masalah estetika atau keindahan yang berhubungan dengan ilmu pendidikan

Selain itu, ruang lingkup filsafat ilmu yang diterapkan dalam ilmu pendidikan juga dapat dirumuskan sebagai sebagai berikut:

    Pengertian ilmu pendidikan

    Tujuan ilmu pendidikan

    Masalah metodologi dalam kegiatan keilmuan pendidikan

    Penggolongan dalam ilmu pendidikan

    Pengembangan teori, model, dan paradigma keilmuan dalam ilmu pendidikan

    Hubungan ilmu pendidikan dan kesejahteraan manusia

    Aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat ilmu pada ilmu pendidikan.


HAKEKAT ILMU PENDIDIKAN

Pengertian Ilmu

Sebelum sampai pada pengertian ilmu pendidikan maka perlu dideskripsikan terlebih dahulu pengertian ilmu. Marczyk dkk. (2005) mengemukakan definisi ilmu sebagai suatu pendekatan metodologis dan sistematik untuk memperoleh pengetahuan baru. Sprinthall dkk. (1991) mendefinisikan ilmu sebagai suatu pengetahuan yang teorganisir dan sekumpulan teknik sistematik untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Definisi ini memberikan penegasan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang bersifat sistematik dan tidak dapat dipisahkan dari metode ilmiah sebagai teknik untuk memperoleh pengetahuan ilmiah.


Syarat-Syarat Ilmu

Giorgi (1995) menjelaskan bahwa tidak semua ragam pengetahuan dapat diklasifikasikan sebagai pengetahuan ilmiah. Suatu jenis pengetahuan dapat memiliki status sebagai pengetahuan ilmiah karena memenuhi empat syarat. Empat syarat itu adalah bahwa pengetahuan itu harus bersifat sistematis, metodis, kritis, dan universal.

Pengetahuan ilmiah bersifat sistematis berarti aspek-aspek berbeda yang menjadi bagian dari suatu pengetahuan memiliki potensi untuk terkait satu dengan yang lain dalam konteks sebuah sistem. Aspek-aspek berbeda yang terkandung dalam pengetahuan ilmiah tidak merupakan suatu keadaan yang tidak beraturan, melainkan harus menuruti pola dan struktur tertentu.

Pengetahuan ilmiah bersifat kritis berarti bahwa pengetahuan itu terbuka bagi studi lebih lanjut. Dalam konteks ini, suatu pengetahuan ilmiah, misalnya suatu teori atau hukum umum, yang dikembangkan oleh seorang ilmuwan tidak diterima begitu saja tanpa syarat namun ilmuwan lain diperbolehkan untuk menguji atau bahkan melakukan perlawanan terhadap teori itu. Perkembangn sifat kritis dalam dunia ilmiah sangat terbantu oleh kemauan para ilmuwan untuk melakukan sosialisasi teori dalam suatu komunitas ilmiah, sehingga suatu teori akan mendapat kesempatan untuk dikritisi dalam publik yang lebih luas. Sosialisasi itu dapat melalui forum-forum ilmiah, seperti penerbitan berkala atau jurnal ilmiah, buku ilmiah, seminar, dan promosi hasil penelitian.

Pengetahuan ilmiah bersifat metodis berarti bahwa metode atau cara untuk mengumpulkan dan menganalisis data secara intersubjektif harus tersedia. Hasil karya seorang jenius yang tidak menggunakan metode mungkin saja dapat dinilai sangat mengagumkan, namun hasil karya itu tidak dapat diklasifikasikan sebagai pengetahuan ilmiah. Hasil karya itu tidak dapat diklasifikasikan sebagai pengetahuan ilmiah karena orang lain secara intersubjektif tidak mungkin untuk melakukan itu lagi dalam cara-cara yang secara relatif kurang lebih serupa.

 Pengetahuan ilmiah bersifat universal berarti bahwa hasil-hasil pengetahuan ilmiah memiliki kemampuan untuk diterapkan secara umum pada konteks dan situasi yang kurang lebih sama. Universalitas ini akan menjamin hasil-hasil penelitian sebagai suatu kegiatan ilmiah memiliki kemampuan generalisasi eksternal terhadap konteks dan situasi yang memiliki ciri-ciri sama.

Berdasar uraian tentang hakekat ilmu maka itu berarti bahwa keberadaan ilmu pendidikan sebagai sebuah ilmu pun dapat ditinjau berdasar syarat-syarat yang telah dideskripsikan itu.


Pengertian Ilmu Pendidikan


Pengertian pendidikan yang dapat ditawarkan oleh penulis adalah sebagai berikut:

Pendidikan adalah ilmu tentang proses transformasi cara berpikir, berperasaan, dan berperilaku dari generasi tua kepada generasi muda dalam suatu komunitas.


Objek Kajian Ilmu Pendidikan

Ilmu adalah studi yang bersifat sistematis dan intersubjektif tentang suatu fenomena yang memiliki tata aturan tersendiri. Objek-objek utama yang menjadi bidang kajian ilmu pendidikan antara lain adalah:

    Belajar, pengajaran, dan pelatihan,

    Metode belajar, pengajaran, dan pelatihan.

    Perilaku guru dan siswa.

    Media pengajaran dan belajar


Tujuan Ilmu Pendidikan

    Mendeskripsikan aktivitas mental dan perilaku manusia.

    Memahami aktivitas pendidikan.

    Meramal aktivitas pendidikan.

    Mengendalikan aktivitas pendidikan.

    Memecahkan masalah-masalah pendidikan.


Metode dalam Ilmu Pendidikan

Dalam upaya untuk mencapai tujuan-tujuan ilmu pendidikan itu, ilmu pendidikan sebagai salah satu bidang ilmiah memiliki metode penelitian yang disesuaikan dengan objek-objek kajian pendidikan. Metode-metode penelitian pendidikan itu antara lain adalah:

 Positivistik (kuantitatif). Tujuan penelitian adalah untuk menetapkan objektivitas berdasar pada bukti-bukti empiris dan hukum-hukum yang dapat digeneralisasi tanpa memperhatikan atau tanpa dipengaruhi oleh konteks tempat penelitian dilakukan. Objektivitas hasil penelitian sangat ditentukan oleh peminimalan kesalahan dalam proses pengukuran. Tujuan penelitian adalah deskripsi, penjelasan, kontrol, dan prediksi. Contoh aliran pendidikan yang menggunakan metode positivistik adalah pendidikan behavioristik.

Interpretif (kualitatif). Tujuan penelitian adalah pemahaman terhadap bahasa dan perilaku yang bersifat sehari-hari atau bersifat alamiah yang berujung pada temuan-temuan makna dan keyakinan yang ada dalam diri partisipan. Hubungan antara ilmu, metode penelitian, dan proses penelitian dengan   nilai adalah lekat nilai atau bermuatan nilai (value-laden). Dalam hal ini pengetahuan ilmiah sebagai hasil dari penelitian metode penelitian interpretif termuat di dalamnya nilai-nilai personal dan sosial budaya partisipan penelitian. Contoh aliran pendidikan yang menggunakan metode interpretif adalah psikologi humanistik atau bidang-bidang pendidikan yang berhubungan dengan konteks budaya.

Penelitian kritis memberi kesempatan kepada peneliti, praktisi, dan partisipan menjelaskan dan menantang sumber-sumber dominasi dan eksploitasi yang ada dalam kehidupan sosial budaya tempat hidup seseorang. Penelitian kritis merupakan penelitian yang bertujuan pemberdayaan terhadap individu-individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang mengalami penindasan (oppressed). Oleh karena itu, penelitian kritis memiliki sifat-sifat: terbuka ideologi, kritik sosial, terbuka politik, dan orientasi emansipatori (Connole dkk., 1993). Tujuan penelitian kritis adalah untuk melakukan pemberdayaan (empowerment) berupa: pengembangan kesadaran kritis dan pengembangan tindakan (action) pada individu-individu atau kelompok-kelompok yang tertindas (perempuan, buruh, dan siswa). Contoh aliran pendidikan yang menggunakan metode penelitian kritis adalah pendidikan kritis.


Baiklah sekarang kita lihat dasar-dasaar filsafah keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan.

1. Dasar ontologis ilmu pendidikan

Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapokan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik (good citizenship atau kewarganegaraan yang sebaik-baiknya).

Agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Didalam situiasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku individual dan/atau makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapipada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadiaan sendiri secara utuh memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai pribai pula, terlpas dari factor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik tidak bersikap afektif utuh demikian makaa menurut Gordon (1975: Ch. I) akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas factor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan egitu pendidikan hanya akan terjadi secar kuantitatif sekalipun bersifat optimal, misalnya hasil THB summatif, NEM atau pemerataan pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi jadi kurang berdemokrasi. Sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh.


2. Dasar epistemologis ilmu pendidikan

Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalaipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namuntelaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin stui empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitaatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Karena penelitian tertuju tidak hnya pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk mencapai kearifan (kebijaksanaan atau wisdom) tentang fenomen pendidikan maka vaaliditas internal harus dijaga betul dalm berbagai bentuk penlitian dan penyelidikan seperti penelitian koasi eksperimental, penelitian tindakan, penelitian etnografis dan penelitian ex post facto. Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahaawa dalam menjelaskaan objek formaalnya, telaah ilmu pendidikan tidaak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebgaai ilmu otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak dapat hnya menggunkaan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall &Buchler,1942).


3. Dasar aksiologis ilmu pendidikan

Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek mmelalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix (1966). Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa ilmu pendidikan belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu prilaku. Lebih-lebih di Indonesia.

Implikasinya ialah bahwa ilmupendidikan lebih dekat kepada ilmu prilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-sayunyaa metode ilmiah (Kalr Perason,1990).


4. Dasar antropologis ilmu pendidikan

Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalaam upaayanya belajr mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya. Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas dan (2) individualitas, melainkan juga (3) moralitas. Kiranya khusus untuk Indonesia apabila dunia pendidikan nasional didasarkan atas kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari sistem pengajaran nasional disekolah, tentu akan diperlukan juga dasar antropologis pelengkap yaitu (4) religiusitas, yaaitu pendidik dalam situasi pendidikan sekurangkurangnya secara mikro berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai bagian dari pengabdian lebih besar kepada Tuhan Yang Maha Esa.


KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan terkait deskripsi filsafat ilmu dalam bidang pendidikan adalah sebagai berikut:

Filsafat ilmu adalah sebagai cabang filsafat, khususnya epistemologi, yang mempelajari tentang hakekat pengetahuan ilmu.

 Filsafat ilmu pendidikan adalah filsafat, khususnya adalah cabang dari filsafat pengetahuan (epistemologi), yang secara mendalam, spekulatif, dan komprehensif mempelajari tentang hakekat ilmu pendidikan.

 Masalah-masalah filsafat ilmu pendidikan adalah: pengertian ilmu pendidikan, tujuan ilmu pendidikan, masalah metodologi dalam kegiatan keilmuan pendidikan, penggolongan dalam ilmu pendidikan, pengembangan teori, model, dan paradigma keilmuan dalam ilmu pendidikan, hubungan ilmu pendidikan dan kesejahteraan manusia, dan aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat ilmu pada ilmu pendidikan

Hakekat ilmu pendidikan adalah ilmu tentang proses transformasi cara berpikir, berperasaan, dan berperilaku dari generasi tua kepada generasi muda dalam suatu komunitas.

Metode-metode penelitian pendidikan adalah positivistik, interpretif, dan kritis.




DAFTAR RUJUKAN

Connole, H.C. 1993. Issues and Methods in Research. Dalam H.C. Connole, B. Smith, & R. Wiseman (Eds.) Research Methodology 1: Issues and Methods in Research. Geelong: Deakin University.

Dalton, J.H. Elias, M.J., & Wandersman, A. 2007. Community Psychology: Linking Individuals and Communities. Belmont CA: Thomson.

Earle, J.E.1992. Introduction to Philosophy. New York: McGraw-Hills Incorporation,

French, S. & Saatsi, J. 2011. Introduction. S. French & J. Saatsi (Eds.) The Continuum Companion to the Philosophy of Science (pp. 1 – 14). London: Continuum.

Giorgi, A. 1995. Phenomenological Psychology. A.J. Smith, R. Harre & L. Van Langenhove (Eds.) Rethinking Psychology. London: Sage Publications.

Hanurawan, F. 2012 Filsafat Ilmu Psikologi. Malang: Fakultas P. Psikologi: Universitas Negeri Malang.

Lacey, A.R. 1996. Dictionary of Philosophy. London: Routledge.

Marczyk, G., DeMatteo, D., & Festinger, D. 2005. Essential of Research Design and Methodology. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Psillos, S. & Curd, M. 2008. Introduction. S. Psillos & M. Curd (Eds.) The Routledge Companion to Philosophy of Science (xix – xxvii). London: Routledge.

Rudner, R.S. 1966. Philosophy of Social Science (Foundations of Philosophy). Ann Arbor, MI: Prentice Hall.

Sprintall, R.C., Schmutte, G.T., & Sirois, L. 1991. Understanding Educational Research. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.



October 28, 2016

0 comments:

Post a Comment